Bayi di Kediri Derita Pembesaran Pembuluh Darah
Selasa, 11 Oktober 2011 18:39 WIB
Kediri - Seorang bayi yang masih berumur empat bulan, Moh Rendy Dwi Pratama, asal Dusun Kentok, Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menderita kelainan berupa pembesaran pembuluh darah di bagian kepala hingga keluar dan memerlukan perawatan.
Ramawati (18), ibu bayi itu, Selasa, mengemukakan pembesaran pembuluh darah di kepala anaknya itu mulai terlihat sejak ia baru berumur dua pekan.
"Awalnya, hanya titik kecil di bagian kepala, saya kira itu digigit nyamuk. Tetapi, lama kelamaan titik itu semakin besar di kepalanya," katanya saat ditemui di rumahnya.
Awalnya ia tidak mengetahui jika ada kelainan di bagian kepala anaknya. Ia sempat membawa anaknya untuk periksa ke Rumah Sakit Pelem, Pare, hingga dokter yang memeriksa saat itu mengatakan jika ada pembuluh darah yang keluar.
Menurut Ramawati, selama hamil tidak pernah ada yang aneh pada kandungannya. Bahkan, ia juga rutin memeriksakan kandungannya pada bidan tempat ia tinggal, di rumah mertuanya, Dusun Ngasinan, Desa Pagung, Kecamatan Semen.
"Tidak ada yang aneh pada kandungan saya, semuanya normal. Hanya saja, bidan tidak tahu kalau bayi saya kembar, jadi tahu di saat akan melahirkan," katanya.
Bayi yang dilahirkan Ramawati memang kembar, dan semuanya berjenis kelamin laki-laki, yaitu Moh Rino Pratama dan Moh Rendy Dwi Pratama. Keduanya lahir pada 6 Mei 2011 di RSUD Pelem, Kabupaten Kediri.
Proses kelahiran keduanya normal, tetapi saat itu berat bayi cukup kecil, masing-masing 1,6 kilogram. Kedua anak pasangan Ramawati dan Eko Wiyanto (20) ini sempat menggunakan tabung yang diberikan lampu, agar tubuh kedua bayi itu tetap hangat.
Adanya kelainan memang hanya terjadi pada anak nomor dua, yaitu Rendy, sedangkan anak yang pertama Rino tidak nampak ada kelainan. Kondisi kesehatan mereka sebenarnya saat ini cukup baik, dimana masing-masing berat badannya sudah naik lebih dari 5 kilogram.
Ramawati menyebut, pasca-kelainan itu, ia sebenarnya langsung membawa anaknya ke rumah sakit. Tetapi, di sana, ia hanya dijanjikan oleh dokter bedah yang memeriksa anaknya akan dioperasi.
"Tidak ada penjelasan apapun dari dokter. Saya sudah empat kali membawa anak saya ke rumah sakit, tetapi, seperti diabaikan, tidak ada kejelasan, jadi saya bawa pulang saja," katanya.
Ia sebenarnya sangat sedih melihat kondisi anaknya itu. Tetapi, karena dana yang terbatas, ia bingung untuk mengobatkan anaknya.
"Pernah dulu dibawa berobat ke dokter yang membuka bedah di rumah. Awalnya, kelihatan berhasil, tapi, tiga hari kemudian benjolan itu keluar lagi," ucapnya dengan sedih.
Ia mengaku juga terkendala masalah biaya. Pekerjaan suaminya yang hanya buruh borongan dengan upah tidak kurang dari Rp25 ribu per hari membuat ia harus berpikir keras.
Walaupun ia menggunakan kartu jaminan kesehatan dari daerah (Jamkesda), ia bingung masalah uang untuk transportasi. Tiap kali berobat, ia harus mengeluarkan ongkos hingga Rp300 ribu hanya untuk transportasi.
Ia juga mengatakan, perkembangan anaknya yang sakit itu belum selincah anaknya yang nomor pertama. Sejak lahir, ia hanya diberikan imunisasi, yaitu suntikan mencegah polio dan hepatitis. Padahal, saudaranya sudah empat kali, di antaranya Difteri Pertusis Tetanus (DPT), polio, hepatitis, hingga campak.
"Bidan katanya takut, karena ada benjolan di kepala anak saya," ujarnya.
Toirin, kakek bayi itu mengaku, keluarga sempat diminta sejumlah uang untuk pengurusan bayi itu saat di rumah sakit. Ia diminta mengeluarkan ongkos Rp40 ribu untuk menginap. Padahal, anaknya sudah mempunyai kartu Jamkesda.
Ia hanya berharap, ada kejelasan untuk pengobatan untuk cucunya. Ia juga meminta, pemerintah memberikan bantuan, agar cucunya bisa normal kembali.
Sementara itu, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat RSUD Pelem, M Raziq mengatakan memang untuk masalah operasi, terutama balita harus memenuhi ketentuan, di antaranya masalah usia, berat badan, dan kesehatan.
Ia menyebut, untuk kesiapan operasi, harusnya umur anak lebih dari enam bulan dengan berat badan lebih dari 7 kilogram. Ia khawatir, jika anak yang dioperasi kurang dari ketentuan itu, bisa berakibat buruk.
Ia mengatakan, kemungkinan ada kesalahpahaman antara keluarga bayi itu dengan pihak rumah sakit. Kemungkinan, orangtua belum mengetahui aturan itu, dan sudah berpikiran buruk, hingga rumah sakit enggan untuk melayani. Ia hanya berharap, orangtua bayi itu untuk bersabar.
"Kami tidak ingin terjadi masalah, seperti tuduhan malapraktik, jika nanti ada apa-apa. Untuk itu, kami minta orang tua bersabar, menunggu sesuai ketentuan agar anak juga siap," kata Raziq.