Malang Raya (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa upaya pengembalian aset atau asset recovery dinilai perlu dioptimalisasi untuk memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi.
Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam talkshow bertema "Optimalisasi Asset Recovery dan Integrasi Pemberantasan Korupsi" di Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur, Senin mengatakan bahwa efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi merupakan hal yang sangat penting.
"Salah satu upayanya (untuk efek jera) dengan memiskinkan pelaku tindak pidana korupsi yang merupakan bagian dari asset recovery," kata Ali.
Ali menjelaskan, dalam undang-undang KPK yang baru, terdapat fungsi eksekutor, yaitu dengan menyita, merampas, dan melelang harta tindak pidana korupsi, agar bisa dimasukkan dalam kas negara.
Dalam satu tindak pidana korupsi, suap, gratifikasi, atau lainnya, lanjutnya KPK akan menelusuri aliran uang dan kemudian menetapkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diharapkan harta tersebut dimasukkan ke dalam kas negara saat sudah ada vonis dari hakim.
"Dalam satu tindak pidana korupsi, suap, gratifikasi, atau lainnya, KPK menelusuri (aliran) uangnya, kemudian menetapkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan harapan ketika divonis hakim, hartanya dimasukkan ke kas negara," tambahnya.
Ia menambahkan, pemberian efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi saja tidak cukup. Memberantas korupsi harus dibarengi dengan upaya-upaya lain, yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, misalnya, civitas akademi kampus.
KPK sendiri menggugah partisipasi masyarakat melalui strategi Trisula Pemberantasan Korupsi, yakni pendidikan, pencegahan, maupun penindakan. Dalam hal itu, dosen dan mahasiswa bisa ikut berkontribusi melalui sejumlah upaya.
"Untuk penindakan, sebagai pelapor, kemudian saksi ahli. Pencegahan, terlibat dalam kajian perbaikan sistem tata kelola, mengawasi jalannya pemerintahan dan Pendidikan, dengan melakukan implementasi kurikulum antikorupsi hingga menjadi penyuluh antikorupsi," ujarnya.
Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana (Persada) Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi, menambahkan, asset recovery, penting untuk negara. Perampasan aset tersebut sudah lama masuk dalam kajian UN Convention Against Corruption (UNCAC).
"Apa yang dilakukan dalam pemberantasan korupsi, perampasan aset, desainnya harus efektif dan efisien. Di Indonesia, belum ada pengaturan perampasan illicit enrichment (peningkatan kekayaan secara tidak sah). Jadi biasanya menggunakan (landasan) hukum TPPU," kata Fachrizal.
Sementara itu, melalui strategi pendidikan, KPK melakukan penyisipan kurikulum pendidikan antikorupsi, dari level sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. KPK juga memperluas program penyuluh antikorupsi, serta festival integritas kampus.
Pada 2023 ini, KPK juga perdana menggagas Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan.SPI Pendidikan menjadi salah satu Program Prioritas Nasional yang relevan dengan Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan.
Survei dilakukan untuk memetakan kondisi integritas pendidikan, baik pada lingkup peserta didik maupun ekosistem pendidikan yang mempengaruhinya seperti tenaga pendidik, pimpinan, termasuk aspek pengelolaan.
Analis Tindak Pidana Korupsi Direktorat Monitoring KPK Timotius Hendrik Partohap mengatakan bahwa hasil penilaian SPI Pendidikan diharapkan bisa digunakan untuk menyusun rekomendasi dan perbaikan pada lingkup pendidikan.
"Sehingga implementasi budaya antikorupsi lebih tepat sasaran dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan bisa unggul, hebat, dan mampu bersaing secara global," katanya.
SPI Pendidikan 2023 sendiri sudah memulai tahapan survei per 17 Juli dan akan berlangsung hingga 31 Oktober 2023, dengan menargetkan 71.514 responden dari 350 ribu orang yang dimintai ketersediaan untuk mengisi kuesioner secara daring
KPK: "Asset recovery" perlu dioptimalisasi untuk beri efek jera
Senin, 18 September 2023 20:16 WIB