Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak seluruh komponen bangsa untuk merefleksikan arti dari peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia agar tidak hanya sebatas seremonial simbolik semata.
"Maka ketika hari ini kita merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-78, selain kegembiraan kita perlu berefleksi secara mendalam baik bagi seluruh elit, maupun warga bangsa di struktur pemerintahan, komponen bangsa, dan kekuatan-kekuatan bangsa," ujar Haedar dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Perayaan kemerdekaan menurutnya adalah dengan mensyukuri nikmat termahal dari Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus juga mengenang perjuangan pejuang bangsa dan negara yang tanpa pamrih dengan jiwa dan raga mereka. Perjuangan mereka bagian dari lembar-lembar sejarah Indonesia yang tidak boleh dilupakan.
Ia mengatakan agar kemerdekaan menjadi momentum kolektif, bangsa Indonesia perlu melakukan beberapa hal. Pertama, melakukan refleksi atas segala perjuangan para pejuang sekaligus pendiri Indonesia yang telah berkorban banyak hal, termasuk nyawa mereka.
Menurutnya, Bangsa Indonesia saat ini, termasuk elite dan seluruh warga bangsa, hendaknya mendalami dan meresapi setiap pengorbanan para pendahulu. Penyerapan semangat tersebut diharapkan menjadi pondasi dalam berjuang dengan tulus untuk membangun, mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara merdeka, adil dan makmur, seperti dalam UUD 45.
Baca juga: PDIP Surabaya: Kinerja Ganjar Pranowo selaras dengan prinsip Muhammadiyah
"UUD 45 sebagai pesan konstitusional untuk generasi pasca kemerdekaan. Itulah tasyakur kita, bentuk kesyukuran kita lebih dari sekadar kegembiraan dan hal-hal simbolik semata," katanya.
Kedua, merekonstruksi nilai-nilai luhur UUD 45 dan Pancasila yang menjadi pondasi, alam pikiran, dan orientasi tindakan dari bangunan dasar Indonesia merdeka. Haedar berpesan supaya nilai-nilai luhur tersebut dihayati, dipahami, dan dijalankan, serta menjadi bingkai dan arah dalam menyelenggarakan kebangsaan dan kenegaraan.
"Jangan sampai kita membawa Indonesia maju secara fisik, tetapi keropos rohani dan jiwanya. Kehilangan makna dari pembukaan, batang tubuh, UUD 45 dan Pancasila dengan lima silanya yang mendasar, dan spirit perjuangan para pendiri bangsa," ujarnya.
Ketiga, kata dia, melakukan konsolidasi kebangsaan. Nilai-nilai Pancasila harus dikonsolidasikan menjadi nilai yang hidup dalam seluruh proses penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, termasuk kewajiban konstitusional dari pusat sampai bawah.
"Melindungi bangsa dan seluruh tanah air Indonesia, memajukan kehidupan, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia, semuanya harus menjadi kewajiban konstitusional. Jangan sampai ada satu warga bangsa dan tanah air yang kita abaikan hak-haknya," kata Haedar.
Keempat, melakukan transformasi kehidupan kebangsaan. Tantangan dunia saat ini ke depan yang kian kompleks memerlukan transformasi, termasuk untuk merespon daya saing, perubahan global dengan berbagai masalah seperti perubahan iklim, tata geopolitik ekonomi, budaya yang bersifat kompleks.
"Kita mampu bangkit untuk menjadi negara maju jika kita bersatu, jika kita menyerap nilai-nilai luhur itu sekaligus mentransformasikan Indonesia ke depan, Indonesia Emas yang berdiri tegak di atas konstitusi," kata dia.
Muhammadiyah ajak komponen bangsa refleksikan peringatan kemerdekaan
Rabu, 16 Agustus 2023 16:14 WIB