Surabaya (ANTARA) - Penyair dan akademikus Dr Tengsoe Tjahjono yang akan berulang tahun ke-65 pada 3 Oktober 2023 mengundang para penyair di seluruh Indonesia sekaligus menyumbang puisi bertema "Usia dan Waktu".
"Saya biasa merayakan ulang tahun itu setiap lima tahun sekali. Kali ini menjadi ultah yang sangat istimewa bagi saya, karena memasuki usia 65 tahun dan saya pensiun sebagai PNS," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Senin.
Ia menjelaskan bahwa dirinya sudah biasa mengumpulkan puisi dari sejumlah penyair setiap merayakan ulang tahun, yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku antologi puisi.
Meskipun selalu melakukan tradisi mengumpulkan puisi, namun temanya selalu berubah. Kali ini dia ingin mengajak para penyair merefleksikan diri terkait dengan usia dan waktu.
Dia yakin tema ini akan menarik karena di dalamnya akan penuh dengan puisi reflektif mengenai makna perjalanan dari masing-masing penyair.
"Saat ini sudah terkumpul 60-an puisi dari target saya ada 100-an puisi dari penyair berbagai daerah di Tanah Air," kata alumni IKIP Negeri Malang, kini Universitas Negeri Malang (UM), dari S1 hingga S3 itu.
Dari 60 puisi yang sudah ia terima, ada karya Bambang Widiatmoko, penyair asal Yogyakarta yang tinggal di Bekasi, dengan karya puisi "Artefak Tengsoe" dan Ons Untoro, penyair asal Yogyakarta, yang aktif di Tembi Budaya, dengan puisi berjudul "Oktober".
Tengsoe mengaku setelah pensiun dari tugas sebagai dosen pegawai negeri sipil (PNS) akan tetap tekun dalam kegiatan literasi.
"Setelah pensiun, saya akan semakin menjadi manusia," kata sastrawan yang pernah menjadi dosen tamu di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) di Kota Seoul, Korea Selatan, itu seraya terbahak.
"Maksud dari semakin menjadi manusia itu adalah gambaran dari ikhtiar refleksi atas perjalanan dirinya selama ini," tambah dia.
Tengsoe, yang mengajar di Surabaya, namun tinggal di Kota Malang itu akan mengevaluasi diri, apakah langkahnya sudah banyak memberi manfaat atau justru sebaliknya.
"Kalau dulu mungkin saya masih liar, nanti harus berubah. Tapi untuk sastra, tentu harus semakin liar," kata pengasuh Sanggar Sastra Kalimas yang menerima penghargaan di bidang sastra dari Gubernur Jawa Timur pada 2012 itu.