Surabaya (ANTARA) -
Seorang pria berusia di atas 30 tahunan sibuk bermain ponselnya sambil duduk-duduk santai di bangku panjang di salah satu warung kopi kawasan Surabaya utara.
Ia duduk sendirian di pojok. Dinding di belakangnya tidak ia manfaatkan untuk menyandarkan punggungnya. Ia lebih fokus dan serius melihat layar di ponsel yang digenggamnya menggunakan dua tangan.
Tampak sesekali jari-jari tangannya tak lancar menekan tombol keypad di layar. Wajahnya juga lebih serius, seolah mengisi sesuatu. Saat bersamaan ia mengeluarkan kartu tanda penduduk (KTP) dari dompet yang disimpan di saku celananya.
Rupanya ia senang karena namanya masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilihan Umum 2024.
“Jenengku onok (namaku ada) mas,” ucapnya singkat, lalu menunjukkan layar ponselnya dan tertera nama "Kholilurahman". Lengkap dengan nomor tempat pemungutan suara (TPS).
Pak Arip, panggilan akrabnya, lalu menceritakan telah membuka laman untuk mengecek namanya masuk atau tidak dalam DPT, yakni cekdptonline.kpu.go.id.
Pria itu dipanggil Pak Arip karena sesuai dengan nama anak pertamanya. Di daerah itu sudah lumrah memanggil seseorang dengan sebutan nama anak sulungnya.
Pak Arip lalu menyarankan beberapa orang lain di warung kopi itu untuk melakukan hal sama dengannya. Ajakan itu menunjukkan kepedulian masyarakat akar rumput agar Pemilu 2024 berjalan sukses dengan tingkat partisipasi pemilih yang tinggi.
"Coba cek, coba cek rek," katanya, sembari berdiri dan meminta teman-temannya mengeluarkan ponsel dan KTP masing-masing.
Beberapa orang lainnya ada yang mengikuti arahan Pak Arip, tapi ada juga sebagian kecil yang meneruskan minum kopinya, sembari bermain gim di ponsel.
Penetapan nama Pak Arip dan nama-nama lainnya dalam DPT dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada 2 Juli 2023.
Penyusunannya tidak ujug-ujug jadi. Perlu waktu sekitar tujuh bulan untuk menyelesaikan tahapan-tahapan. Harus tepat waktu, sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Dimulai dari proses penyerahan data penduduk pemilih potensial pemilu (DP4) pada 14 Desember 2022. Tiga bulan berikutnya, 14 Maret hingga 2 April 2023 dilakukan penyusunan dan rekapitulasi daftar pemilih hasil pemutakhiran (DPHP).
Pada 5 April 2023 dilakukan rekapitulasi dan penetapan daftar pemilih sementara (DPS) KPU kabupaten/kota. Dilanjutkan sepekan kemudian, 13 April hingga 14 April 2023, yaitu rekapitulasi DPS KPU provinsi.
Pada 18 April hingga 19 April 2023 digelar rekapitulasi DPS oleh KPU, selanjutnya 24 April sampai 19 Mei 2023 dilakukan perbaikan dan penyusunan DPSHP.
Berikutnya, 1 Juni 2023, rekapitulasi DPHSP akhir tingkat kelurahan/desa oleh panitia pemungutan suara (PPS) selama dua hari.
Di hari ketiga Juni 2023 adalah rekapitulasi DPHSP akhir tingkat kecamatan oleh panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang dilakukan hingga 5 Juni 2023.
Pada 10 Juni dilaksanakan agenda kegandaan hingga 19 Juni 2023. Lalu, 20 Juni hingga 21 Juni 2023 adalah rekapitulasi dan penetapan DPT KPU kabupaten/kota.
Tanggal 27 Juni hingga 29 Juni 2024 giliran KPU provinsi yang melakukan rekapitulasi DPT. Terakhir adalah rekapitulasi DPR oleh KPU RI pada 2 Juli 2023 selama tiga hari pelaksanaan.
Hasilnya, KPU RI telah menetapkan DPT Pemilu 2024 di Gedung KPU RI, Jakarta. Sebanyak 204.807.222 pemilih yang terdiri dari 102.218.503 pemilih laki-laki dan 102.588.719 pemilih perempuan akan memilih wakil rakyat serta Presiden dan Wakil Presiden RI pada Rabu, 14 Februari 2024.
Menilik DPT Pemilu 2019, saat itu berjumlah 190.779.466 pemilih, yang artinya pada pesta demokrasi Tahun 2024 itu, jumlah pemilihnya naik sebanyak 14.027.756 orang.
Para pemilih tersebar di 514 kabupaten/kota dan 128 negara perwakilan, dengan jumlah total tempat pemungutan suara (TPS) 823.220 unit, termasuk TPS luar negeri, kotak suara keliling (KSK) dan melalui pos.
Didominasi usia milenial
Dari hasil rekapitulasi DPT di Indonesia, pemilih milenial atau biasa disebut Generasi (Gen) Y, dengan rentang kelahiran pada tahun 1981-1996 mendominasi DPT pemilu tahun depan. Jumlahnya sebanyak 68.822.389 orang atau 33,6 persen.
Terbanyak kedua adalah Gen X yang rentang kelahiran pada 1965-1980 berjumlah 57.486.482 orang atau 28,07 persen.
Lalu pemilih rentang usia lahir tahun 1997-2009 atau disebut Gen Z sebanyak 46.800.161 orang atau 22,85 persen.
Generasi Baby Boomer dengan rentang kelahiran 1946-1964 sebesar 13,73 persen atau sebanyak 28.127.340 orang, serta Generasi Pre-Boomer atau pemilih yang lahir sebelum tahun 1945 hanya 1,74 persen atau 3.570.850 orang.
Dari data tersebut, maka dipastikan mayoritas pemilih berada pada usia 17-40 tahun, yaitu sebesar 51,93 persen, dan pemilih usia lebih dari 40 tahun sebesar 48,07 persen.
Kondisi serupa tidak jauh berbeda dengan DPT di Jawa Timur, yakni didominasi oleh kalangan milenial.
Jumlah total DPT di Jatim sebanyak 31.402.842 orang, terdiri dari 15.495.556 laki-laki dan 15.907.286 perempuan.
Untuk klasifikasi usia, generasi milenial sebanyak 9.615.106 orang atau 31 persen, diikuti Gen X 9.310.933 orang atau 30 persen, lalu Gen Z 6.386.684 orang atau 20 persen, Baby Boomer 17 persen atau 5.344.220 orang dan Pre-Boomer 745.895 orang atau hanya 2 persen.
Sasaran politik
Bagi partai politik peserta Pemilu 2024, data tersebut tentu sudah dibahas matang-matang sebagai landasan strategi pemenangan, sehingga diharapkan dapat menjadi partai penguasa di periode lima tahun ke depan.
Namanya politik, berbagai strategi untuk meraih kemenangan dilakukan. Akan tetapi, tentu tetap terdapat batasan-batasan berpolitik secara santun.
Kalangan milenial sebagai kelompok yang mendominasi tentu menjadi sasaran politik. Bagi partai yang bisa mengambil hati anak-anak milenial tentu akan mendapat perhatian, khususnya untuk memperoleh suara.
Berbagai program pro milenial dilakukan. Ada sosialisasi, pelatihan, kejuaraan, hingga kegiatan-kegiatan yang sasarannya untuk usia generasi Y.
Sebagai milenial tentu sah saja mereka "memanfaatkan kesempatan di dunia politik", dalam artian memanfaatkan yang positif, seperti turut terlibat membenahi sistem ke arah yang lebih baik, minimal memberikan suara pada 14 Februari 2024 alias tidak golput.
Satu suara pemilih seusia milenial sangat berpengaruh, apalagi dua suara, tiga suara, empat suara, lima suara, hingga bersuara-suara.
Secara usia, dominasi pemilih adalah penduduk yang masuk dalam klasifikasi pelaku atau penikmat masa "Indonesia Emas 2045" nanti, sesuai yang dicanangkan oleh Pemerintahan Joko Widodo.
Sebagai pemilih rasional, kelompok pemilih muda ini akan menentukan hasil pemilihan umum untuk menyaring pemimpin-pemimpin ideal di semua lini pemerintahan di negeri ini. (*)