Surabaya (ANTARA) - Sejumlah pelaku seni di Surabaya membentuk Ecstatica (Ecstacy of Dialectica) untuk membuat ruang dialektika dan diskursus yang mempertemukan penulisan naskah dan pelaku peran.
Salah satu pendiri Ecstatica Ading di Surabaya, Senin, mengatakan penulisan naskah di Indonesia masih belum banyak diminati, terlebih karena begitu minimnya apresiasi bagi penulis naskah lakon.
"Memang penulisan naskah di Indonesia masih belum benar-benar dipandang sebagai satu kerja profesional, karena memang banyak naskah ditulis sebagai naskah pentas yang hanya bisa dikonsumsi publik saat narasi visualnya jadi. Itu membuat orang banyak tidak akrab sama penulisan naskah sebagai karya dan bagaimana cara mengapresiasinya," katanya.
Lebih jauh, kata Ading, pembaca naskah lakon yang juga tidak banyak semakin membuat minimnya apresiasi bagi penulisan naskah.
"Untuk itu, Ecstatica hadir sebagai ruang apresiasi para penulis naskah agar naskahnya bisa dibaca oleh reader (aktor) dari mana saja," ujarnya.
"Karena jika kesulitan menciptakan segmen pasar atau orang-orang yang mau membaca, setidaknya ada satu segmen pasti bagi naskah-naskah lakon, yakni para aktor yang sudah seyogyanya menjadi pembaca pertama atas naskah itu," tambahnya.
Untuk itu, sejak enam bulan lalu, Ecstatica getol mendekatkan naskah lakon pada pembacanya, yakni dengan mengadakan program "Dramatic Sunday" yang dilaksanakan per dua minggu sekali, dan telah berjalan selama 13 episode.
Program Dramatic tersebut dilakukan daring melalui siaran live Instagram @ecsta_tica, yang nantinya juga akan diunggah ke Youtube.
Dramatic Sunday adalah program yang mengajak reader (aktor) untuk membacakan naskah secara dramatikal.
Naskah-naskah yang dibawakan Dramatic Sunday merupakan karya-karya baru dari penulis-penulis lakon muda, yang telah dikurasi terlebih dahulu. Readers pun berasal dari berbagai kota, seperti Jakarta, Bandung, Jambi, Surabaya, Yogyakarta, Madura dan lain-lain.