Jakarta (ANTARA) - Sebelum ini Samudera Hindia terlihat tidak sepenting Samudera Pasifik dan Atlantik yang pernah menjadi medan perang terhebat selama Perang Dunia Kedua, sampai setelah China membuat basis militer di Djibouti di Tanduk Afrika.
Sebelum ini belum pernah ada kekuatan dunia yang mengeksplorasi maksimal Samudera Hindia, sekalipun Amerika Serikat memiliki pangkalan militer di Diego Garcia yang berada jauh di tengah Samudera Hindia dan merupakan wilayah Inggris.
Demikian pula Prancis yang mempertahankan kehadirannya di samudera ini di pulau-pulai kecil di tengah Lautan Hindia ini.
Akan tetapi, setelah China kian aktif berlayar guna memastikan keamanan jalur perdagangannya, khususnya dari Timur Tengah yang kaya minyak, Samudera Hindia pun menjadi medan baru perebutan pengaruh di antara negara-negara besar, termasuk India yang seluruh pantainya menghadap Samudera Hindia.
Sebelum ini India pasif terhadap apa yang terjadi pada tetangga-tetangganya yang juga bertepi Samudera Hindia, yakni Sri Lanka, Maladewa, dan Pakistan.
India juga memiliki hubungan budaya dan ekonomi yang kuat dengan negara-negara pesisir timur benua Afrika, termasuk Madagaskar, Syechelles, dan Mauritius yang dikelilingi Samudera Hindia.
Semua serentak mewaspadai situasi geopolitik yang berubah di Samudera Hindia karena reorientasi politik China yang kian jauh memproyeksikan kekuatannya di sini.
"Samudera Hindia berubah menjadi wilayah yang penting, bukan hanya demi sumber daya ekonomi, namun juga berangsur-angsur menjadi medan geopolitik," kata Delwar Hossain, profesor Ilmu Hubungan Internasional pada Dhaka University di Bangladesh, seperti dikutip AP, 12 Mei 2023.
Sebelum ini tak ada kekuatan tunggal yang mendominasi Samudera Hindia, tapi manuver China yang saat ini memiliki angkatan laut terbesar di dunia, membuat Samudera Hindia menjadi arena baru geopolitik dunia.
Samudera Hindia membentang dari Afrika Selatan di barat daya samudera ini sampai Selat Malaka di Indonesia dan Malaysia di bagian timur lautnya, dan dari Tanduk Afrika di barat laut sampai Australia di tenggara.
Ada 38 negara yang bertepi Samudera Hindia, termasuk Indonesia. Kawasan ini menghimpun total 12 persen produk domestik bruto (PDB) dunia dan berpenduduk 2,6 miliar jiwa.
Indonesia, India, dan Australia menjadi tiga negara dengan garis pantai Samudera Hindia paling panjang dibandingkan negara-negara lainnya yang bertepi Samudera Hindia.
Baca juga: Jokowi dan Susi Tinjau KJA di Tengah Samudera Hindia (Video)
Gerak gerik China
Persaingan di lautan ini bisa sama sengitnya dengan persaingan di Pasifik, khususnya Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Menurut laman The Economist, angkatan laut Amerika Serikat, Australia, Inggris, Prancis, India, Jepang, dan bahkan Singapura aktif berpatroli di Samudera Hindia.
Sebaliknya, China bersama Iran yang bertepi Samudera Hindia, menggelar latihan bersama yang juga diikuti Rusia. Baik Rusia maupun China tidak berbatasan dengan Samudera Hindia.
Di bagian barat samudera ini, Australia menggandeng Amerika Serikat dan Inggris untuk membentuk pakta pertahanan AUKUS, yang salah satu tujuannya membangun pangkalan kapal selam bertenaga nuklir di Western Australia, negara bagian Australia yang bertepi Samudera Hindia.
Jepang yang bersengketa dengan Rusia dan China di sejumlah pulau di Pasifik, juga aktif bermain di Samudera Hindia, dengan salah satunya menjanjikan investasi senilai 75 miliar Dolar AS (Rp1.113 triliun) untuk India dan negara-negara Indo-Pasifik.
India sendiri mengkhawatirkan gerak gerik China di Samudera Hindia yang ditengarai membangun instalasi radar di Sri Lanka dan pos pengintaian di Kepulauan Coco di Myanmar.
Baik Sri Lanka maupun Myanmar berada di Teluk Benggala dan Laut Andaman yang bagian selatannya berbatasan dengan daerah paling barat Indonesia di Sabang, Aceh.
India, Australia, Jepang dan Amerika Serikat, membentuk Dialog Keamanan Quadrilateral pada 2007, tetapi tak aktif sampai pada 2017 dihidupkan lagi oleh para pemimpin keempat negara, termasuk PM India Narendra Modi dan Donald Trump yang waktu itu presiden Amerika Serikat.
China sendiri memiliki alasan yang masuk akal untuk terlibat jauh di Samudera Hindia, yakni bentangan kepentingan ekonominya yang sudah sedemikian luas, di mana Samudera Hindia menjadi jalur utama untuk pengapalan minyak Timur Tengah ke China yang mengambil porsi empat per lima dari total kebutuhan minyak China.
China juga aktif di Samudera Hindia karena pengaruh besarnya di Afrika, termasuk negara-negara pesisir timur Afrika yang dibatasi Samudera Hindia.
Samudera Hindia juga perairan vital karena menjadi rute perdagangan dari dan ke Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Timur, yang semuanya episentrum ekonomi global kontemporer.
Tiga selat penting
Di samudera ini ada tiga selat yang vital bagi lalu lintas maritim dunia, termasuk militer.
Selat pertama adalah Hormuz yang menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab di Samudera Hindia. Selat ini menjadi saluran untuk 2/3 perdagangan minyak dunia.
Selat kedua adalah Bab-al-Mandab di Tanduk Afrika yang terhubung ke Laut Merah, Terusan Suez dan Laut Tengah yang memisahkan Afrika dan Eropa.
Selat ketiga adalah Malaka yang diapit Malaysia dan Indonesia, yang merupakan jalur penghubung Samudera Hindia dan Pasifik.
Jalur sempit selebar 2,7 km antara Singapura dan Batam menjadi ujung selat ini. Singapura sendiri mengelola seperlima perdagangan maritim dunia.
Mengingat pentingnya jalur-jalur ini, negara-negara yang berkepentingan dengan keamanan dan stabilitas lautan ini berusaha memastikan jalur-jalur ini tidak mengganggu kepentingan ekonomi mereka.
Ini pula di antara alasan China berkepentingan membangun pangkalan militer di Djibouti. Sepertinya China tak akan berhenti di Djibouti, jika tantangan geopolitik dan keamanan maritim menjadi kian pelik.
Sebaliknya, setiap manuver China dalam mengerahkan aset-aset pertahanannya demi keamanan jalur perdagangannya di Samudera Hindia, akan membuat cemas India dan Australia, selain juga Amerika Serikat.
Jepang yang tak mau kehilangan pijakan pengaruh dan ekonominya di Asia Selatan dan Tenggara, juga terusik.
Dinamika ini membuat Samudera Hindia menjadi lingkungan keamanan baru yang menjadi tempat kepentingan-kepentingan negara besar bertabrakan, termasuk Iran, Pakistan, dan India.
Jika tak dikelola dengan baik, maka kekeruhan, seperti terjadi di Laut China Selatan bisa mencapai Samudera Hindia, termasuk Teluk Benggala dan Laut Andaman yang membatasi India, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Sebaliknya, bisa juga persinggungan kepentingan malah mendorong kerja sama antara negara-negara berpantai Samudera Hindia, karena permusuhan sering hanya menciptakan kehancuran dan hilangnya peluang.