Jakarta (ANTARA) - Melaksanakan umrah tak akan terasa sempurna jika anggota jamaah tak melaksanakan ibadah shalat Subuh di Masjidil Haram. Namun, tidak semua peserta umrah mampu melaksanakan ibadah ini karena sulitnya mengatur waktu.
Saat ini ibadah yang dianggapnya penting, yaitu puasa dan ritual umrah jadi tujuan utamanya: yaitu ihram, miqat, melaksanakan tawaf, sai dan tahalul (rukun ihram).
Betul bahwa kunjungan ke kota Mekkah semata untuk menunaikan ibadah umrah. Tetapi bukan berarti mengabaikan ibadah shalat Subuh di Masjid tersebut.
Fokus jamaah umrah pada Ramadhan 1444 H/2023 M adalah pada ritual umrahnya. Sementara ibadah lima waktu, khususnya Shalat Subuh, banyak dilakukan di sejumlah masjid yang tersedia di penginapan masing-masing.
Mengapa hal itu terjadi? Ya, karena begitu sulitnya mengatur waktu dalam aktivitas ibadah sehari-hari terkait Shalat Tarawih dan Shalat Qiyamul lail
Qiyamul lail adalah serangkaian amalan sunah di malam hari. Disepakati ulama bahwa qiyamul lail bila dilaksanakan dengan kesungguhan hati akan mendapatkan ridla dan pahala dari Allah SWT.
Ada rasa berat menunaikan ibadah umrah saat Ramadhan. Jamaah harus pandai mengatur waktu, kapan harus ikut shalat lima waktu, seperti Zuhur hingga Subuh. Sementara ibadah lain di masjid itu, seperti tarawih dan qiyamul lail juga penting untuk harus ditunaikan.
Kesulitan muncul untuk datang ke Masjidil Haram karena kondisi transportasi. Bus penuh dan kemacetan Kota Mekkah, saat 10 hari terakhir Ramadhan, terasa parah.
Sungguh, realitas itu semua seperti keadaan pada musim haji.
Banyak di antara peserta umrah tidak seluruhnya dapat menunaikan ibadah shalat lima waktu dalam sehari penuh di Masjidil Haram. Kendalanya, lagi-lagi soal manajemen waktu dan dukungan kemudahan memasuki areal masjid itu.
Sering didapati, seorang yang berumrah menunaikan Shalat Magrib, Isya disusul Tarawih. Dari tiga item ibadah ini, seseorang baru bisa kembali ke penginapannya pukul 11.00 (malam) waktu setempat.
Jika lagi beruntung naik bus tidak berebutan, meski jarak tempuh hingga 1 km. Jika peserta jalan kaki dari penginapan ke Masjidil Haram, jangan harap bisa cepat. Sebab, meski jarak dekat, tetapi jalannya menanjak.
Seorang dari Aceh mengaku makin berat kala Shalat Jumat, misalnya. Matahari seperti di atas kepala. Bagi orang Indonesia, hal itu sangat memberatkan, apalagi tengah puasa.
Andai peserta umrah memilih waktu sholat Isya, Tarawih hingga shalat qiyamul lail, bisa jadi yang bersangkutan tak dapat menunaikan sahur di penginapan, apalagi untuk sholat subuh. Pasalnya, tubuh seringkali sudah kelelahan.
Waktu subuh adalah saat paling indah. Di waktu itu baru terasa nikmatnya ibadah di Masjidil Haram.
Alasan indahnya, sederhana. Masjid ini sedikit memberi kelonggaran untuk anggota jamaah meletakkan sejadahnya. Shalat pun tak merasa takut kepala terbentur kaki jamaah umrah dari negara lain yang tubuhnya besar. Maklum, umrah kali ini pesertanya membeludak, seperti musim haji.
Kita pun bisa memandang sekitar masjid itu sambil mengaguminya. Jalan sedikit perlahan masih bisa dilakukan, tapi jangan harap seusai Shalat Subuh bisa berdiri berlama-lama di dalam masjid itu karena dapat dipastikan akan berbenturan badan dengan orang lain. Seperti biasa, askar akan bersuara keras mengusir.
Menikmati Subuh di Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Aisyah
Rabu, 19 April 2023 23:31 WIB