Surabaya (ANTARA) - Kota Surabaya menyabet penghargaan Peduli Ketahanan Pangan dalam kategori Bidang Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Penghargaan itu diberikan lantaran Surabaya dinilai memiliki program yang mendukung terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan.
Tentu saja penghargaan ini tak lepas dari komitmen Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam upaya mempertahankan ketahanan pangan di Kota Pahlawan.
Penghargaan itu diterima wali kota dalam acara peringatan Hari Pangan Sedunia ke-42 yang digelar di Jatim Expo International Convention Exhibition, Surabaya, Rabu (19/10).
"Alhamdulillah Surabaya meskipun kota besar tapi kita mendapatkan penghargaan Peduli Ketahanan Pangan dari Provinsi Jatim," kata Wali Kota Eri Cahyadi usai menerima penghargaan.
Ia mengungkapkan, bahwa selama ini Pemerintah Kota Surabaya terus mengoptimalkan keberadaan aset seperti Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) untuk pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan yang dilakukan itu baik di bidang usaha pertanian, peternakan, maupun perikanan.
Termasuk pula pemanfaatan lahan milik swasta dan instansi lain untuk dikelola oleh kelompok tani di Kota Surabaya.
"Semua aset pemkot kita gunakan untuk ketahanan pangan. Kemudian, ada beberapa yang dikoneksikan dengan sistem padat karya untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran," terang Wali Kota Eri Cahyadi.
Ia menegaskan bahwa tujuan utama program ketahanan pangan di Surabaya bukanlah untuk mendapatkan penghargaan, namun bagaimana dapat mengurangi kemiskinan sekaligus mencegah kerentanan pangan di Kota Pahlawan.
"Karena itu kami idak menyangka dapat penghargaan. Tapi sebenarnya bagaimana lahan yang kami punya itu digerakkan secara maksimal, bisa digunakan pangan juga bisa (menambah) pendapatan warga," ujar dia.
Data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya mencatat, pemanfaatan lahan tidur di Kota Pahlawan telah mencapai total 1.071,4 hektare.
Lahan yang dimanfaatkan itu terdiri dari aset yang dimiliki pemkot, pengembang, maupun instansi lainnya.
Luasan lahan tersebut telah dioptimalkan untuk pemberdayaan masyarakat pada sejumlah bidang usaha. Bahkan, dari hasil pemanfaatan lahan pada tahun 2021, produksi padi di Surabaya mencapai 8.082,9 ton. Sedangkan pada tahun 2022, produksi padi ditargetkan mencapai 8.567,44 ton atau naik 6 persen.
Karenanya, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu memastikan akan terus menggerakkan lahan BTKD secara maksimal. Selain bertujuan untuk mendukung program ketahanan pangan, sekaligus pula menambah pendapatan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
"Jadi ada cabe, buah-buahan, hidroponik, dan lainnya. Insya Allah kami koneksikan dengan hotel-hotel, tapi kami belum bisa memenuhi semuanya karena terbatasnya lahan. Maka kami berkoordinasi dengan daerah lain untuk menunjang (hasil sayur dan buah) dari tempat kami," kata Eri.
Tak hanya memaksimalkan keberadaan lahan BTKD untuk sektor pertanian maupun perikanan. Sebab, pemkot juga mengoptimalkan lahan pekarangan yang ada di Surabaya. Seperti untuk Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) atau Pekarangan Pangan Lestari (P2L) yang tersebar di 12 lokasi.
Lalu, pemanfaatan pekarangan atau atap rumah untuk hidroponik, hingga pembentukan Kampung Sayur, Kampung Herbal dan Kampung Semanggi.
Menariknya, dari hasil pemanfaatan KRPL/P2L tersebut, oleh pemkot kemudian didistribusikan untuk menambah pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga stunting di Surabaya.
DKPP Surabaya mencatat, ada sebanyak 2.741 anak penerima bantuan sayur dari hasil pemanfaatan KRPL. Sedangkan penerima daging ayam/telur, sebanyak 1.374 anak.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya, Antiek Sugiharti menjelaskan, bahwa penghargaan itu diberikan Pemprov Jatim karena Wali Kota Eri Cahyadi dinilai memiliki kepedulian di bidang ketahanan pangan dalam kategori pemanfaatan RTH.
"Program yang diangkat adalah Ladang Pangan. Dimana kita sebagai kota besar masih memiliki lahan-lahan yang bisa kita manfaatkan untuk mendukung ketahanan pangan di Kota Surabaya," kata Antiek Sugiharti.
Program Ladang Pangan tersebut, kata Antiek, di antaranya dalam bentuk pendirian Kampung Sayur, Kampung Herbal dan Kampung Semanggi. Kemudian pula berupa pemanfaatan aset milik swasta, masyarakat hingga pengembang untuk para kelompok tani di Surabaya.
"Kami juga memanfaatkan aset-aset Pemkot Surabaya untuk kegiatan urban farming untuk program pemberdayaan MBR. Program urban farming ini tak hanya pertanian, tapi juga ada perikanan, peternakan dan pangan," jelasnya.
Tak hanya itu, Antiek menyebutkan, bahwa kolaborasi yang dilakukan pemkot dengan daerah lain dalam mendukung ketahanan pangan juga menjadi salah satu indikator Surabaya meraih penghargaan.
Termasuk pula dalam inovasi mendukung program pengentasan kemiskinan dan gizi buruk di Kota Surabaya.
"Kami juga memanfaatkan neraca bahan pangan dan hasil pengawasan kita untuk menentukan pola tanam. Juga, menerapkan pola-pola diversifikasi pangan sehingga kita tidak tergantung satu jenis komoditas pangan," kata Antiek. (ADV)