New York (ANTARA) - Harga minyak turun tajam pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), merosot di bawah level yang terlihat sebelum invasi Rusia ke Ukraina karena data perdagangan China yang suram dan meningkatnya kekhawatiran resesi ekonomi global akan merugikan permintaan bahan bakar.
Minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober anjlok 4,94 dolar AS atau 5,7 persen, menjadi menetap di 81,94 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November tergelincir 4,83 dolar AS atau 5,2 persen, menjadi ditutup di 88 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Baik kontrak acuan minyak mentah WTI AS maupun minyak mentah global Brent menetap di level terendah sejak Januari, menurut Dow Jones Market Data.
Kemunduran terjadi karena pedagang semakin takut bahwa pengetatan kebijakan agresif oleh bank-bank sentral utama untuk mengekang inflasi yang memanas akan menyebabkan resesi global sehingga mengurangi permintaan energi.
"Saat ini pasar mendasarkan kekhawatirannya tentang apa yang akan terjadi karena harga energi yang meningkat tajam di Eropa, permintaan yang melambat di Eropa, dan kenaikan suku bunga," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group.
Bank Sentral Eropa (ECB) secara luas diperkirakan akan menyetujui kenaikan suku bunga besar ketika bertemu pada Kamis waktu setempat. Sementara itu, data ekonomi AS baru-baru ini memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve akan tetap hawkish.
Bank Sentral Kanada (BOC) menaikkan suku bunga sebesar tiga perempat poin persentase ke level tertinggi 14 tahun pada Rabu (7/9), seperti yang diperkirakan dan mengatakan tingkat kebijakan perlu naik lebih tinggi karena memerangi inflasi yang mengamuk.
Data ekonomi China yang lemah dan kebijakan nol-COVID yang ketat menambah kekhawatiran permintaan. Impor minyak mentah negara tersebut jatuh 9,4 persen pada Agustus dari tahun sebelumnya, data bea cukai menunjukkan.
Harga minyak mendapat beberapa dukungan dari Presiden Rusia Vladimir Putin yang akan menghentikan ekspor minyak dan gas negara itu jika batasan harga diberlakukan oleh negara-negara Barat.
Investor juga melihat data stok minyak mentah AS ketika Badan Informasi Energi akan merilis laporan status minyak mingguannya pada Kamis waktu setempat. Para analis yang disurvei oleh S&P Global Commodity Insights memperkirakan persediaan minyak mentah AS menunjukkan penurunan 1,8 juta barel untuk pekan yang berakhir 2 September. (*)