Jakarta (ANTARA) - Dalam konferensi pers pertamanya sebagai manajer Manchester United sebulan lalu, Erik ten Hag menegaskan hasratnya memainkan sepak bola fantastis yang mendominasi penguasaan bola dan mendikte lapangan persis sewaktu dia menukangi Ajax Amsterdam.
Namun, dia mengeluarkan syarat bahwa itu bisa terjadi jika dia memiliki tim pemain yang kompeten dan berkualitas. Dia bisa saja memakai lagi pemain-pemain yang sudah ada, tapi mustahil ini yang dia maksud.
Bukan saja mantan manajer Setan Merah Ralf Rangnick telah mengatakan klub ini mesti direformasi total dengan memasukkan 10 pemain baru dan mengeluarkan 10 pemain lama. Namun, juga fakta United bermain buruk selama musim lalu hingga spot Liga Champions pun lepas dan bahkan menjadi satu dari dua tim Liga Inggris yang paling banyak kebobolan.
Jadi, maksud ten Hag akan mirip dengan penilaian Rangnick, bahwa harus ada injeksi pemain baru di Old Trafford, walau tak sebanyak seperti disebut Rangnick.
Masalahnya, sampai 18 hari setelah jendela transfer musim panas dibuka pada 10 Juni, United santai-santai saja, padahal mereka adalah pasien stadium tinggi yang seharusnya segera masuk ruang gawat darurat.
Walaupun jendela transfer musim panas baru akan ditutup 1 September, tetap saja manuver tim besar yang terperosok ke peringkat enam itu membuat naik darah, sampai suporter-suporter fanatik MU kembali mencerca pemilik klub ini, Keluarga Glazer.
Bagaimana tidak, dua tim terhebat Liga Inggris saat ini saja --Manchester City dan Liverpool-- yang menjadi juara dan runner up liga musim lalu pun langsung tancap gas, membeli pemain baru yang ironisnya juga bidikan Man United.
Sebelum jendela transfer dibuka pun Liverpool sudah menggaet Fabio Carvalho dari Fulham pada 23 Mei. Empat hari setelah jendela transfer dibuka, The Reds membajak incaran MU, Darwin Nunez, pada 14 Juni.
Itu hanya sehari setelah Manchester City merampungkan transfer bomber Borussia Dortmund, Erling Haaland, yang bahkan sudah ditarik City sejak 10 Mei, sebelum Liga Inggris tutup musim 22 Mei.
Liverpool tak mau berhenti. Lima hari setelah menarik Nunez dari Benfica, mereka mendatangkan bek Calvin Ramsay dari Aberdeen.
City dan Liverpool bukan tim yang harus mereformasi skuadnya, walau musim depan klub Merseyside itu akan masuk setiap lapangan tanpa Sadio Mane yang bergabung ke Bayern Muenchen. Namun, mereka tak mau kehilangan momentum agar musim depan tetap berada di puncak, baik di Inggris maupun di Eropa.
Penuh drama
Langkah tim-tim enam besar Liga Inggris lainnya juga terbilang lebih cepat dari Setan Merah. Arsenal sudah mendapatkan tiga pemain baru. Pertama, Marquinhos dari Sao Paulo pada 13 Juni, kemudian pada 21 Juni mendapatkan Fabio Vieira dari Porto, dan terbaru memperoleh Gabriel Jesus dari Manchester City. Begitu pula dengan Tottenham yang sudah mendapatkan Fraser Forster pada 8 Juni.
Chelsea mungkin selambat MU, namun langkah lamban mereka bisa dipahami mengingat mereka baru saja ganti kepemilikan, dari Roman Abramovich yang dipaksa menjual sahamnya gara-gara invasi Rusia ke Ukraina, kepada konsorsium pimpinan Todd Boehly. Akan tetapi, Chelsea sudah mulai aktif. Raheem Sterling menjadi bidikan pertama mereka kendati belum ada kesepakatan dengan Manchester City.
Kelima tim itu finis di atas Manchester United, tetapi langkah mereka di bursa transfer tidak menyiratkan klub yang tak perlu melakukan perombakan besar. Sebaliknya, mereka menunjukkan dirinya tidak puas atas hasil musim lalu, dan oleh sebab itu beranggapan skuad yang ada mesti segera dirombak.
Semakin cepat mengambil langkah, semakin bagus pesan yang disampaikan kepada suporter, lawan, dan komunitas sepak bola Inggris, bahwa mereka siap jauh sebelum segalanya rampung.
Sebaliknya langkah Setan Merah membuat para penggemar mengelus dada. Perburuannya untuk mendapatkan Frenkie de Jong dari Barcelona mesti dilalui lewat drama berbabak-babak.
Dalam satu pertemuan dadakan di sebuah pub dengan penggemar United yang tadinya hendak menggeruduk rumahnya, kepala eksekutif Manchester United yang baru, Richard Arnold, memastikan manajemen mendukung langkah Erik ten Hag dalam merombak skuad.
Tapi, Arnold mengungkapkan bahwa jika selama ini United terlihat lamban di bursa transfer maka itu karena ingin hati-hati dalam mengeluarkan uang. Sebelum ini United memang klub yang jor-joran berbelanja, tapi tak kunjung mendapatkan hasil yang baik.
Arnold memastikan United sepenuhnya di belakang Ten Hag, termasuk dalam memburu Frenkie de Jong. Dia bahkan menegaskan bahwa "uang bukan jadi pertimbangan untuk pemain yang kita inginkan."
Beberapa hari kemudian setelah melewati drama multi-babak itu, kabar menggembirakan pun muncul bahwa Frenkie de Jong sudah hampir pasti digaet United. Kabar ini tentu menggembirakan karena transfer de Jong bisa menjadi pembuka jalan untuk terbentuknya 'Manchester United rasa Ajax Amsterdam'.
Ini karena ten Hag tak akan berhenti pada de Jong. Fakta bahwa dia menjadikan Ajax sebagai patokan membentuk skuad baru di Mancheste United, menunjukkan dia berhasrat menggaet sebanyak mungkin pemain yang sudah mengenal filosofi sepak bolanya.
Menuju transformasi
Selama ditangani ten Hag, Ajax menjadi tim yang selalu bernafsu menguasai bola dan menekan lawan saat bola dikuasai musuh. Ini mirip mazhab Ralf Rangnick namun waktu yang terlalu singkat membuat Rangnick tak bisa menerapkan pendekatan itu di Old Trafford.
Pendekatan ten Hag itu berbanding terbalik dengan cara United bermain selama musim lalu yang sering kewalahan menghadapi lawan, sering pasif, tak mampu memenangkan bola dan memanfaatkan dengan efektif penguasaan bola, sampai tergelincir ke urutan keenam liga.
Dibandingkan dengan lima besar Liga Premier lainnya, United juga menduduki urutan keenam dalam soal penguasaan bola, ketepatan mengumpan dan menciptakan gol dari permainan terbuka. Ini semua menunjukkan mereka tak bisa mendikte lapangan. Faktor terbesar yang membuat hal itu terjadi adalah kualitas lapangan tengah yang buruk.
United kekurangan gelandang bertahan yang ahli mengelola lapangan tengah, baik saat harus menyalurkan bola ke depan, maupun ketika harus mencegat bola dan menghalangi lawan sebelum bisa masuk daerah pertahanan sendiri.
Saat ini United memiliki Scott McTominay dan Fred, tapi kedua pemain ini dianggap tak bisa membuat MU meraih trofi, bahkan salah satu legenda mereka, Roy Keane, berasumsi MU tak akan menjuarai apa-apa sepanjang lapangan tengahnya diisi McTominay dan Fred. Kebutuhan gelandang tengah menjadi semakin penting mengingat MU sudah ditinggalkan Paul Pogba dan Nemanja Matic.
Frenkie de Jong lebih dari sekadar pilihan ideal. Selama di Barcelona, gelandang ini jarang sekali kehilangan bola. Akurasi umpannya mengagumkan sekitar 91 persen. Dia juga lebih jago menggocek bola ketimbang McTominay dan Fred. Dan dia bisa bermitra dengan mantan rekan satu timnya, Donny van de Beek.
Namun, United juga mesti meningkatkan sektor-sektor lainnya. Bek tengah, bek kanan dan striker adalah peran-peran yang harus di-upgrade lagi. Ten Hag bisa memperbaiki itu semua dengan memoles pemain yang sudah ada, tetapi yang paling mungkin dia lakukan adalah menambahnya dengan pemain baru.
Pemain-pemain baru ini bisa dari mana saja, namun mengingat rujukan ten Hag adalah Ajax maka tiga sektor pun kemungkinan akan dia usahakan diisi oleh pemain Ajax atau mantan pemain Ajax. Indikasinya terlihat ketika MU saat ini lebih sering dikaitkan dengan pemain-pemain seperti Antony, Jurrien Timber, Matthijs de Light, Lisandro Martinez, dan Christian Eriksen yang semuanya jebolan atau masih bermain di Ajax.
Jika sudah demikian, terutama jika de Jong membuka gerbang untuk masuknya jebolan-jebolan Ajax lainnya maka di Old Trafford nanti mungkin akan ada Manchester United rasa Ajax. Kalaupun itu tak terjadi, paling tidak Manchester United mengalami transformasi besar yang sudah seharusnya segera dilakukan.
Menanti Manchester United rasa Ajax
Selasa, 28 Juni 2022 22:08 WIB