Surabaya (ANTARA) - PT Pembangkitan Jawa-Bali (PT PJB) selaku anak perusahaan PT PLN (Persero) mencatat pemanfaatan Fly Ash Bottom Ash (FABA) asal Pulau Jawa mendominasi pembangunan infrastruktur di Indonesia dengan kontribusi mencapai 347.565,64 ton FABA.
Direktur Operasi 1 PT PJB Yossy Noval di Surabaya, Kamis, mengatakan FABA merupakan sisa hasil proses pembakaran batu bara dan dimanfaatkan menjadi barang bernilai ekonomis, seperti batu bata.
PJB memanfaatkan FABA itu dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) untuk membangun infrastruktur seperti rumah layak huni di berbagai daerah untuk mendukung program pemerintah.
"FABA adalah sisa hasil proses pembakaran batubara di ruang bakar (boiler) dan dikumpulkan dari fasilitas penangkap partikular, seperti Electrostatic Precipitator (EP), sedangkan Bottom Ash dari bagian bawah boiler yang jatuh," paparnya.
Ia mencatat, kontribusi FABA di unit pembangkit PT PJB terbesar setelah Pulau Jawa adalah Kalimantan sebesar 46.986,98 ton, disusul Pulau Sumatera 32.267,38 ton, Sulawesi 1.772,33 ton, Nusa Tenggara 10.351,5 ton, dan Pulau Maluku 5.016,05 ton.
"Melalui FABA yang kami berikan dalam program CSR, mereka dapat memroses dan mengubah menjadi barang bernilai ekonomis di masyarakat, hal ini dapat dilihat melalui pengolahan FABA menjadi rumah layak huni yang berada di Kabupaten Pacitan," tuturnya.
Ia mengatakan, PT PJB juga telah membangun rumah layak huni menggunakan material batako yang bahan dasarnya terbuat dari bahan baku FABA yang berasal dari PLTU Pacitan.
"Rumah layak huni lainnya juga dapat dilihat terbuat dari FABA ada di Kabupaten Probolinggo, tepatnya di sekitar PLTU Paiton, dan setelah rumah itu rampung, kami menyerahkannya kepada penerima manfaat," katanya.
Direktur Bina Teknik Jalan dan Jembatan Kementerian PUPR Nyoman Suaryana mengatakan instansinya sangat terbuka menjalin kerja sama pemanfaatan FABA terutama di beberapa daerah yang memiliki keterbatasan material untuk membangun jalan.
"Uji coba penggunaan material FABA untuk infrastruktur pun telah rampung dilaksanakan," ucap Nyoman Suaryana.
Ia menjelaskan, FABA memiliki potensi yang dapat digunakan untuk lapisan fondasi jalan atau timbunan lainnya, dan melalui regulasi yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021, FABA tidak lagi dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Sebab, kini menjadi limbah non-B3 yang telah memenuhi ketentuan penggunaan minimal teknologi terbaik dan ramah lingkungan.
"Hasil data dari uji karakteristik terhadap abu batu bara di beberapa PLTU yang dilakukan oleh Kementerian LHK tahun 2020 menunjukkan bahwa FABA PLTU masih di bawah baku mutu karakter berbahaya dan beracun," ujarnya.