Jakarta (ANTARA) - Jalan terang menuju masa depan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang lebih kuat dan berdaya saing sangat memungkinkan untuk terwujud.
Untuk mencapai hal tersebut, tantangan awal Kementerian Koperasi dan UKM adalah mendesain kembali kebijakan pengembangan UMKM untuk mengubah struktur ekonomi sektor tersebut yang didominasi sektor mikro sebesar 97 persen.
Karena itu, peran Kemenkop sangat vital untuk mengatasi persoalan ini menimbang sektor mikro pula yang paling terdampak pandemi COVID-19.
Kebijakan pemerintah bagi UMKM bukan lagi hanya fokus agar bertahan (survive), tetapi juga serius mendorong terwujudnya UMKM yang memiliki masa depan agar naik kelas dari mikro menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Dengan demikian, penting mengubah struktur ekonomi dengan cara mendorong semakin naiknya skala ekonomi mikro menjadi kecil, kecil menjadi menengah, dan menengah menjadi usaha besar.
Apalagi, Presiden Joko Widodo telah meminta langsung kepada Menkop Teten untuk bertanggung jawab menjadikan mayoritas UMKM lebih tangguh dan bisa naik kelas.
"Sekitar 97 persen penyerapan tenaga kerja didominasi UMKM, namun masih level mikro, dengan sistem ekonominya unstable tingkat rumah tangga. Untuk itu sektor ini perlu kita naikkan, jangan jadi mikro terus," ujar Teten.
Di banyak negara seperti Jepang, China, dan Korea Selatan, andil sektor UMKM sudah sangat tinggi karena dilibatkan menjadi bagian dari rantai pasok industri nasional.
Adapun di Indonesia, kemitraan usaha besar dan kecil dalam rantai pasok nasional serta global sedang didorong karena baru 17 persen peran industri nasional dalam rantai pasok global.
Rekonstruksi kebijakan UMKM masa depan adalah yang memiliki daya saing, inovatif, juga berbasis kreativitas sekaligus teknologi.
Kini, masih ada jarak (gap) antara usaha besar dan kecil di Indonesia baik dari sisi produktivitas, kualitas sumber daya manusia, hingga penggunaan teknologi produksi.
Meski terdapat banyak akses pembiayaan ke usaha mikro, tetapi UMKM yang naik kelas jumlahnya masih sedikit.
Begitu pula dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bisa mencapai Rp250 juta, namun hanya untuk modal kerja, bukan untuk memperbesar kapasitas usaha.
Demi menggapai tujuan mengubah struktur ekonomi, Kemenkop sedang mengusulkan seed capital (pendanaan tahap awal) bagi UMKM yang memungkinkan sektor itu naik kelas hingga mendorong peningkatan pembiayaan perbankan mencapai 30 persen di tahun 2025.
Teten mengaku, pihaknya sudah mengajukan proposal seed capital ke Kementerian Keuangan untuk UMKM inkubasi senilai Rp20 miliar yang diharapkan banyak UMKM level kecil naik ke level menengah.
Dukungan lainnya mendorong UMKM naik kelas antara lain membangun pilot project factory sharing (Rumah Produksi Bersama Terpadu) di lima daerah, yakni Jawa Tengah untuk komoditas rotan, Sulawesi Utara dengan komoditas kelapa, Nusa Tenggara Timur untuk komoditas sapi, Aceh dengan nilam, dan Kalimantan Timur untuk biofarmaka.
Dalam factory sharing, produksi dilakukan secara makloon atau menggunakan teknologi modern yang tak bisa dilakukan oleh pelaku usaha perorangan.
Program ini diciptakan agar sektor UMKM mampu memiliki kualitas daya saing yang tinggi dan tak kalah dengan produk dari berbagai perusahaan industri besar.
Ada pula program korporatisasi petani (corporate farming) dengan mengonsolidasikan para petani di lahan sempit yang tergabung dalam koperasi untuk terhubung dengan pembiayaan agar bisa naik kelas baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Sementara dari sisi permintaan pasar, diperkuat melalui kewajiban belanja pemerintah untuk UMKM sebesar 40 persen yang memiliki potensi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp447 triliun.
Selain itu juga program Pasar Digital (PaDi) UMKM yang diinisiasi berdasarkan kerja sama antara Kemenkop dengan Kementerian BUMN dengan melibatkan 9 perusahaan BUMN.
Hingga November 2021, tercatat total volume transaksi (PaDi) e-procurement telah mencapai Rp16,2 triliun. Sedangkan untuk transaksi Business to Business (B2B) atau pembelian langsung oleh BUMN sudah mengantongi Rp1 triliun pada tahun 2021.
Kerja sama ini memperlihatkan interaksi yang baik antara dua kementerian yang secara bersama menciptakan mitra strategis antara UMKM dengan BUMN dalam membangun ekosistem sehat.
Berbagai upaya Kemenkop-UKM yang telah dipaparkan merupakan perwujudan keseriusan mencapai misi membawa UMKM naik kelas sehingga dapat menyongsong masa depan sektor tersebut dengan lebih baik.
Digitalisasi UMKM
Berdasarkan data terbaru, Kamis (30/12), tercatat UMKM yang telah on boarding sebanyak 16,9 juta pelaku usaha per November 2021 atau mengalami kenaikan di atas 100 persen sejak pandemi COVID-19.
Di tahun 2022, ditargetkan 20 juta masuk ke dalam ekosistem digital atau 30 persen dari total UMKM se-Indonesia. Misi tersebut ditujukan untuk mencapai 30 juta UMKM on boarding pada tahun 2024 mendatang.
Jika melihat kekuatan ekonomi digital Indonesia, diproyeksikan akan bertumbuh delapan kali lipat pada tahun 2030 atau mencapai Rp4.531 triliun.
Apalagi ditambah dengan laporan World Bank pada tahun 2021, bahwa 80 persen UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital memiliki daya tahan lebih baik.
Menkop Teten menganggap hal itu sebagai peluang karena ekosistem digital dapat membantu UMKM meningkatkan kapasitas dan mengembangkan bisnis, sehingga menjadi lebih maju, besar, dan naik kelas.
Karena itu pula ia mendorong diversifikasi produk yang dihasilkan UMKM agar mampu terus bersaing di platform digital.
"Kami menyadari betul pentingnya UMKM masuk ke ekosistem digital agar prosesnya lebih efisien, sementara pasarnya semakin luas," ungkapnya.
Meskipun begitu, Menkop mengakui tak sedikit UMKM yang masuk ke pasar digital masih kurang memiliki literasi digital serta rendahnya kapasitas produksi. Dampaknya, kerap kali kesulitan saat menerima banyak permintaan dari pasar online.
Staf Khusus Menkop Tubagus Fiki Chikara juga menerangkan dua isu utama yang menjadi problem lain bagi pelaku UMKM untuk masuk ke ekosistem digital. Yakni kualitas produksi belum konsisten atau cenderung rendah serta akses pasar belum optimal.
Hambatan itu kemudian diatasi perlahan oleh pemerintah dengan memberikan edukasi, peningkatan wawasan, serta kesadaran masyarakat terutama pelaku UMKM untuk lebih “melek digital”.
Kemenkop turut mendorong platform per trade area atau per level usaha bagi UMKM yang akan masuk ekosistem digital.
Tantangan terbesar dialami usaha mikro karena mendominasi postur dari keseluruhan tingkatan UMKM. Maka, strategi yang akan diterapkan ialah mengonsolidasi usaha mikro dengan mendorong UKM serta industri usaha besar menjadi mitra konsolidator dan agregator.
Seiring melakukan kemitraan, pelaku usaha mikro disarankan untuk memasarkan produknya terlebih dahulu melalui media sosial hingga ketika nanti tingkat literasi digital mereka meningkat, maka baru didorong masuk ke e-commerce lokal, lalu global, sampai dengan ekspor.
Untuk UMKM yang memiliki kapasitas memadai go digital, Kemenkop menawarkan dua pendekatan. Yaitu peningkatan kapasitas usaha dengan penguatan database, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pengembangan klaster terpadu UMKM.
Kemudian l, pendekatan perluasan pasar digital yang berupa optimalisasi Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI), on-boarding platform pengadaan barang maupun jasa, live shopping, dan sistem informasi ekspor UMKM.
Kedua pendekatan ini bukanlah perencanaan semata, namun telah dijalankan hingga sekarang.
Secara perlahan, Kemenkop ingin “membabat habis” UMKM level mikro agar segera naik kelas dan masuk ke dalam ekosistem digital.
Urgensi UMKM on boarding tak lain merupakan konsekuensi logis jika para pelaku di sektor tersebut tetap mau meningkatkan kapasitas usahanya.
Digitalisasi adalah gerbang awal menuju UMKM masa depan. Sepatutnya, para pelaku UMKM tak hanya sekedar puas dengan keunggulannya, sementara zaman akan terus bergerak dan melibas siapa saja yang “duduk berpangku tangan. (*)