Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan kerja sama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Gizi Indonesia (AIPGI) dan Pergizi Pangan Indonesia untuk mengatasi permasalahan stunting (kekerdilan) di Indonesia.
“Upaya percepatan penurunan angka pravelansi dalam stunting perlu keterlibatan dalam berbagai semua pihak. Mulai dari elemen masyarakat, pemerintah, komunitas, pengusaha, akademisi dan media. Penurunan prevelensi angka stunting merupakan permasalahan prioritas nasional,” kata Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Tavip menuturkan, perguruan tinggi memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan percepatan penurunan stunting, seperti menjaga keberlanjutan dalam mengembangkan program-program penurunan stunting dan memberikan bukti ilmiah pada saat penyuluhan lapangan.
Perguruan tinggi juga mampu memberikan pendampingan dalam pengembangan model pravelensi yang efektif serta bahan pembelajaran program penurunan stunting dan mengedukasi kepada masyarakat mengenai program-program tersebut.
Ia menjelaskan beberapa program yang telah pihaknya buat, mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 dan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang dijadikan landasan dasar. Program stunting itu, memiliki target sasaran yang meliputi anak remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan anak berusia nol hingga sembilan bulan.
“Karena waktu kita hanya efektif dua setengah tahun sampai 2024, dalam hal ini kita perlu shoot card agar tepat sasaran target yang akan kita tuju serta konvergensi di lingkup desa dan mikro keluarga menjadi lebih utama dan penting,” ujar Tavip.
Menurut dia, intervensi akan berfokus pada pendataan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin, dan audit kasus stunting. Untuk pendataan, telah dilaksanakan sejak 1 April hingga 31 Mei 2021 dengan cara mengunjungi seluruh keluarga yang ada di Indonesia.
Ia mengatakan launching pendataan keluarga, akan dilakukan dalam waktu dekat karena pendataan keluarga sudah mencapai lebih dari 69 juta kepala keluarga atau mencapai lebih 95 persen dari populasi yang mau didata.
“Pendataan keluarga yang diikuti pendampingan keluarga yang berisiko stunting serta calon-calon pengantin dilakukan oleh bidan, kader PKK, PPKBD dan Sub-PPKBD,” kata dia.
Tavip berharap, melalui kerja sama ini dapat menjadi semangat baru dalam percepatan penurunan stunting khususnya melalui pengembangan model intervensi stunting.
“Melalui kerja sama yang dilakukan BKKBN dengan AIPGI dan Pergizi Pangan Indonesia, kita mendapatkan spirit dan momentum baru dalam upaya percepatan penurunan stunting melalui pengembangan model intervensi sebagai solusi perbaikan permasalahan gizi terutama yang ingin memiliki anak,” kata Tavip.
Ketua Umum Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Gizi Indonesia (AIPGI) dan Pergizi Pangan Indonesia Hardinsyah mengatakan pihaknya siap membantu BKKBN untuk menurunkan prevalensi stunting di Tanah Air.
“Hal ini menunjukkan komitmen tinggi Pemerintah Indonesia akan pentingnya gizi dan kualitas manusia sebagai modal utama pembangunan Indonesia menuju Indonesia Tangguh,” kata dia mengapresiasi.
Menurut Hardinsyah, kerja sama tersebut merupakan tantangan sekaligus kesempatan baik untuk berkarya dan mengabdi bagi negeri guna turut mewujudkan visi perbaikan gizi dan cegah stunting sejak dini.
Meskipun Indonesia sedang menghadapi pandemi COVID-19, dia menegaskan apabila semua pihak bekerja sama dalam mengatasi stunting, permasalahan gizi dan masalah kemanusiaan dapat teratasi.
“Mari kita bersama perbaiki pangan, gizi dan kesehatan keluarga. Mari kita perbaiki pangan gizi dan kesehatan perempuan, pangan gizi dan kesehatan calon pengantin, pangan gizi Kesehatan ibu hamil, bayi dan anak balita dengan semangat dan tekad yang kuat, kerja keras, ikhlas dan cerdas,” ucap dia. (*)