Jakarta (ANTARA) - Direktur Perumahan dan Pemukiman Kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti menyatakan manfaat zakat, infak, sedekah dan wakaf (ziswaf) dapat berkontribusi dalam membantu pemerataan hak atas akses air minum dan sanitasi layak bagi keluarga tidak mampu di Indonesia.
"Zakat, infak, dan sedekah memiliki peluang kontribusi menutupi kesenjangan pembiayaan dalam penyediaan akses air minum dan sanitasi bagi keluarga tidak mampu," ujar Tri dalam diskusi virtual yang dipantau dari Jakarta, Kamis.
Tri mengutip laporan Badan Statistik Indonesia (BPS) 2019 menyatakan masih terjadi kesenjangan mendapatkan akses air minum dan sanitasi yang layak, utamanya bagi kelompok masyarakat tidak mampu.
Dari data BPS yang diolah itu, kata dia, masih ada 10 juta rumah tangga yang belum memiliki akses air bersih dan sanitasi yang layak dan aman. Bahkan masih ditemukan masyarakat yang mempraktikkan buang air besar secara sembarang di tempat terbuka, padahal secara nasional akses air minum sudah mencapai 90 persen dan sanitasi sudah 70 persen.
Menurutnya, pemerintah memang sudah melakukan berbagai upaya dalam memenuhi penyediaan air minum dan sanitasi layak lewat berbagai skema pendanaan, baik melalui APBN, DAK, maupun hibah. Namun, demi mempercepat pemerataan, maka diperlukan dukungan dari skema pendanaan lain.
"Ada potensi penerima manfaat yang sangat besar dan sangat terbantu kalau kita bisa memanfaatkan dana ZIS untuk mendukung penyediaan air minum dan sanitasi layak dan aman. Hal ini juga akan membantu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang sangat rentan," ujarnya.
Dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan akses air minum layak dapat menyentuh angka 100 persen, sementara akses sanitasi layak dapat mencapai 90 persen.
Untuk mencapai kedua target itu dibutuhkan anggaran hingga Rp264,4 triliun yang terbagi atas akses air minum Rp123,5 triliun dan akses sanitasi layak Rp140,9 triliun. Kebutuhan dana ini tidak bisa hanya menggandalkan APBN, namun perlu tambahan dari APBD provinsi dan kota/kabupaten, pendekatan pendanaan strategis, CSR/mikro kredit, hingga ziswaf.
"Besaran lainnya perlu ditutupi dengan opsi pendanaan lainnya, salah satunya kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk ziswaf. Ziswaf memiliki peluang untuk berkontribusi dalam menutupi pada pembiayaan air minum dan sanitasi layak," kata dia.
Pentingnya penyediaan air minum dan sanitasi, bahkan diterbitkan dalam bentuk panduan dalam buku diseminasi panduan teknis pendayagunaan zakat, infak, sedekah, untuk layanan air minum dan sanitasi yang layak dan aman hasil kolaborasi Bappesnas, BAZNAS, dan MUI.
Sementara itu, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam mengatakan hukum pendayagunaan dana ziswaf untuk pemenuhan sarana air minum dan sanitasi layak diperbolehkan sepanjang untuk kemaslahatan umum.
MUI memperkuatnya dengan mengeluarkan Fatwa MUI No.001/Munas-IX/MUI/2015 tentang Pendayagunaan Harta Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf untuk Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi bagi Masyarakat.
"Peran ziswaf dapat dikeola secara optimal, didayagunakan bagi hajat hidup masyarakat. Yang perlu diingat zakat sebagai pranata keagamaan memiliki syarat dan rukun yang mengacu pada aturan keagamaan, bukan sekadar instrumen untuk kepentingan sosial, tetapi pranata keagamaan yang bisa didayagunakan secara optimal untuk menyelesaikan permasalahan sosial," kata Asrorun.
Data dari BAZNAS melaporkan sejauh ini dana ziswaf yang telah dimanfaatkan untuk pembangunan air minum dan sanitasi sudah mencapai Rp14 miliar yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Angka itu akan terus meningkat tiap tahunnya demi pemerataan hak atas air minum dan sanitasi.
"Mudah-mudahan mendorong pihak lain untuk turut serta bersama berkolaborasi. Karena masih banyak masyarakat Indonesia yang masih kesulitan mendapatkan air yang memadai," kata dia. (*)