Surabaya (ANTARA) - Dokter Spesialis Bedah Siloam Hospitals Surabaya dr. Alexander Surya Agung, Sp.B., FinaCS., FICS. menyarankan, pasien usus buntu akut selama pandemi tidak dipijat melaikan dengan tindakan operasi.
Dokter Alexander di Surabaya, Sabtu, mengatakan, keluhan radang usus buntu atau appendictis sebaiknya segera diselesaikan dengan menjalani operasi pengangkatan usus buntu (Appendictomy).
"Penyakit ini jika ditangani dengan obat, pijat atau pengobatan alternatif lain hanya akan menghilangkan rasa nyeri sesaat atau sekedar menunda. Waspadai kondisi yang akan semakin memburuk," katanya.
Penyakit usus buntu adalah peradangan yang terjadi pada usus buntu atau apendiks. Usus buntu merupakan organ berbentuk kantong kecil dan tipis, berukuran sepanjang 5 hingga 10 cm yang terhubung pada usus besar.
Saat menderita radang usus buntu, penderita dapat merasa nyeri di perut kanan bagian bawah. Jika dibiarkan, infeksi dapat menjadi serius dan menyebabkan usus buntuh pecah, sehingga menimbukan keluhan rasa nyeri hebat hingga membahayakan nyawa penderitanya.
Alexander sebelumnya pada saat webinar edukasi bertajuk "Usus Buntu, Apakah Perlu Dioperasi?", Jumat (13/8) menjelaskan, peradangan pada Appendix Vermiformis (umbain cacing usus buntu) dan Mukosa Appendix yang meluas dapat menimbulkan gejala nyeri perut akut, terutama pada kuadran kanan bawah yaitu radang usus buntu dan infeksi bakteri.
"Dengan penyumbatan atau obstruksi oleh jaringan limfoid, cacing, hyoerplasia merupakan penyebab dengan faktor pencetus radang usus buntu yang dapat dibagi menjadi radang akut dan radang kronis," katanya.
Ia menjelaskan, gejala pada radang usus buntu akut, diikuti rasa mual sampai muntah. Lalu panas tinggi di area perut. "Pada penderita radang kronis, seperti mirip sakit maag, nyeri perut kanan bawah. Dapat dideteksi dengan timbul nyeri pada saat ditekan perut bawah sebelah kanan," ujarnya.
Alexander menjabarkan penatalaksanaan operasi usus buntu meliputi Opened Surgery (opened appendictomy) meliputi standard operasi, irisan terbuka, baru kemudian pengangkatan usus buntu. Selain itu, Laparoscopy Surgery meliputi bedah minimal invasive dengan 2-4 sayatan ukuran sayatan 5-11 mm serta Single Incision Laparoscopy Surgery (SILS).
"Dan di era teknologi modern saat ini, walaupun dengan tantangan terbesar ke pasien adalah biaya yang lebih besar karena penggunaan teknologi dan alat kesehatan. Minimal Invasive Surgery, Laparoscopy banyak dilakukan karena memiliki nilai tambah," ujarnya.
Alexander menjelaskan ekplorasi lebih baik dengan persetujuan dokter terkait dapat dilakukan bersamaan, seperti pengangkatan kista dan lainnya. (*)