Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan meningkatkan super komputer yang ada dengan teknologi High Performance Computing (HPC) terkini, guna memperkuat sistem peringatan dini.
Implementasi Teknologi HPC terkini dapat meningkatkan kemampuan sistem Peringatan Dini Multi Bencana, yang melibatkan Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS), Meteorology Early Warning System (MEWS), dan Climate Early Warning System (CEWS).
“Dalam waktu dekat kami berencana mengimplementasikan HPC dengan skala lebih dari dua PetaFlops. Ini menjadikan sistem peringatan dini BMKG jauh lebih cepat , tepat, dan akurat,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Dwikorita memaparkan, keberadaan HPC dalam sistem peringatan dini kebencanaan sangat penting untuk menganalisis berbagai kompleksitas dan ketidakpastian dalam fenomena cuaca, iklim, tektonik dan kegunungapian.
Pasalnya, letak geografis Indonesia yang dikontrol oleh lempeng-lempeng tektonik aktif dan dikelilingi oleh cincin api, mengakibatkan hampir semua wilayah berpotensi terjadinya bencana alam. Belum lagi potensi bencana hidrometrologis yang dipicu oleh perubahan iklim global yang juga tidak boleh dikesampingkan.
Dwikorita memaparkan selama periode Juni 2021, telah terjadi 889 gempabumi di Indonesia terdiri dari 850 gempa magnitudo berkekuatan kurang dari 5. Kemudian 39 kali gempabumi dengan magnitudo di atas 5, dan gempabumi yang dirasakan terjadi 70 kali, sedangkan gempa merusak terjadi dua kali.
“Belum lagi ancaman tsunami, dimana dalam kurun waktu tahun 1800 - 2018 Indonesia telah diterjang sebanyak 99 kali tsunami. Ada juga ancaman kebakaran hutan, banjir bandang, siklon tropis, kekeringan yang panjang dan lain sebagainya,” ujar dia.
Dwikorita mengatakan wajib hukumnya Indonesia terus mengupgrade sistem peringatan dini agar manajemen kebencanaan yang terdiri dari upaya pencegahan, mitigasi, tanggap darurat, dan pemulihan dapat berjalan dengan baik untuk mewujudkan Zero Victims atau nol korban.
Dwikorita juga mengajak seluruh negara untuk berkolaborasi dalam hal riset dan inovasi teknologi untuk mitigasi kebencanaan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Nantinya hasil riset tersebut dapat menjadi bahan perumus kebijakan pencegahan dan penanggulangan bencana di masing-masing negara, serta untuk mengakselerasi inovasi Teknologi di Bidang Kebencanaan.
Di bidang meteorologi, Dwikorita berharap adanya riset mengenai prakiraan cuaca dengan tingkat akurasi mencapai lebih dari 95 persen dengan resolusi tinggi untuk tingkat desa, serta prediksi terjadinya bencana sedini mungkin hingga beberapa hari atau beberapa minggu sebelum peristiwa terjadi.
Sedangkan di bidang klimatologi, diharapkan ada riset bersama tentang prediksi iklim/prediksi musim untuk wilayah Asia Tenggara dengan akurasi prediksi iklim mencapai 90 persen lebih. Serta proyeksi iklim untuk beberapa puluh tahun ke depan hingga akhir abad ini, juga modeling kualitas udara dan gas rumah kaca dengan resolusi dan akurasi tinggi.
Adapun di bidang geofisika, Dwikorita menginginkan adanya riset bersama untuk membuat pemodelan tsunami non tektonik atau tsunami atipikal dan sistem peringatan dininya. (*)