Surabaya (ANTARA) - Kontributor Tempo di Surabaya, Nurhadi mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Mapolda Jawa Timur, Surabaya, Minggu untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya saat menjalankan tugas liputan.
Nurhadi didampingi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Kontras, LBH Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya.
"Nurhadi mengalami kekerasan saat melakukan tugas liputan terkait keterlibatan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji dalam kasus suap pajak yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Ketua AJI Surabaya Eben Haezer yang turut mendampingi Nurhadi.
Eben menjelaskan, kejadian bermula pada Sabtu (27/3), sekitar pukul 18.25 WIB. Saat itu Nurhadi mendatangi Gedung Samudra Bumimoro yang terletak di Jalan Moro Krembangan, Krembangan, Surabaya.
"Di lokasi tersebut sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dan anak Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim," ujarnya.
Kemudian, sekitar Pukul 18.40 WIB, Nurhadi memasuki Gedung Samudra Bumimoro untuk melakukan investigasi. Di sana Nurhadi memotret Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji yang sedang berada di atas pelaminan dengan besannya.
Sekitar pukul 19.57 WIB, korban yang masih berada di dalam gedung kemudian didatangi oleh seorang panitia pernikahan serta difoto.
Selanjutnya, sekitar pukul 20.00 WIB, korban yang akan keluar dari gedung kemudian dihentikan oleh beberapa orang panitia. Nurhadi ditanyai identitas dan undangan mengikuti acara.
Sekitar pukul 20.10 WIB, keluarga mempelai didatangkan untuk mengonfirmasi apakah mengenal Nurhadi. Setelah keluarga mempelai mengatakan tidak mengangenali Nurhadi, Ia digelandang ke belakang gedung, dengan cara didorong oleh sesorang ajudan Angin Prayitno Aji.
"Selama proses tersebut korban mengalami perampasan HP kekerasan verbal, fisik, dan ancaman pembunuhan," ujar Eben.
Kemudian sekitar pukul 20.30 WIB, Korban dibawa keluar oleh seseorang yang diduga oknum anggota TNI yang menjaga gedung. Korban kemudian dimasukkan ke dalam mobil patroli dan dibawa ke pos TNI. Di sana korban dimintai keterangan mengenai identitas.
Sekitar Pukul 20.45 WIB, setelah dimintai keterangan mengenai identitas, korban kemudian dibawa ke Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak. Belum sampai di Mapolres Tanjung Perak, korban kemudian dibawa kembali lagi ke Gedung Samudra Bumimoro.
Sesampainya di Gedung Samudra Bumi Moro korban kembali diinterogasi oleh beberapa orang yang mengaku sebagai polisi. Terlibat juga beberapa orang lain yang diduga sebagai oknum anggota TNI, serta ajudan Angin Prayitno Aji.
Sepanjang proses introgasi tersebut, korban kembali mengalami tindakan kekerasan berupa pemukulan, tendangan, tampar, hingga ancaman pembunuhan.
"Korban juga dipaksa menerima uang Rp600.000 sebagai kompensasi perampasan dan pengrusakan alat liputan milik korban. Oleh korban uang itu ditolak namun pelaku bersikeras memaksa korban menerima, bahkan memotret saat korban menerima uang tersebut. Kemudian oleh Nurhadi, uang tersebut disembunyikan di salah satu bagian mobil yang digunakan untuk membawanya," kata Eben.
Sekitar Pukul 22.25 WIB, setelah melakukan proses interogasi penuh kekerasan tersebut, korban kemudian dibawa ke Hotel Arcadia yang terletak di Jalan Rajawali nomor 9-11, Krembangan Selatan, Kecamatan Krembangan, Surabaya.
Di hotel tersebut korban kembali diinterogasi oleh dua orang yang mengaku sebagai anggota kepolisian Polrestabes dan anak asuh Kombes Pol. Achmad Yani yang bernama Purwanto dan Firman.
"Kemudian sekitar pukul 01.10 WIB di hari berikutnya, korban keluar dari Acardia dan diantarkan pulang hingga ke rumah sekitar pukul 02.00 WIB," kata Eben.
Eben menyatakan, apa yang dilakukan para pelaku adalah termasuk kegiatan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik dan melanggar UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, juga melanggar UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 tahun 2005 tentang tentang pengesahan konvensi hak sipil dan politik dan Perkap nomor 8 Tahun 2009 tentang pengimplementasi Hak Asasi Manusia.
"Kami mengecam aksi kekerasan ini dan mendesak aparat penegak hukum untuk profesional menangani kasus ini, apalagi mengingat bahwa sebagian pelakunya adalah aparat penegak hukum," ujar Eben.
Koordinator Kontras Surabaya Rachmat Faisal mengatakan, terulanganya kasus kekerasan terhadap jurnalis ini menunjukkan lemahnya aparat kepolisian dalam memberikan perlindungan terhadap jurnalis yang melakukan kerja-kerja jurnalistik.
"Polisi juga gagal mengimplementasikan Perkap Nomor 8 tahun 2009 mengenai implementasi HAM dalam tugas-tugasnya," kata Faisal.(*)