Surabaya (ANTARA) - Ardi Pratama yang kini menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya tidak mengakui adanya kesalahan transfer uang senilai Rp51 juta di rekening Bank Central Asia (BCA) miliknya saat proses penyelidikan hingga penyidikan, kata perwira kepolisian setempat.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya Ajun Komisaris Besar Polisi Oki Ahadian Purwono mengenang laporan perkara salah transfer BCA ini masuk pada sekitar bulan Agustus 2020.
"Sebelum kami melakukan penyelidikan, terlebih dahulu dilakukan mediasi yang mempertemukan pelapor dengan terlapor," katanya saat dikonfirmasi di Surabaya, Jumat.
Pelapor perkara ini adalah Nur Chusaima, karyawati BCA yang kini sudah purnabakti atau pensiun.
Pada 11 Maret 2020, saat bekerja di BCA Kantor Cabang Pembantu Citraland Surabaya, perempuan yang kini berusia 56 tahun itu melakukan kesalahan "input" data saat mentransfer uang senilai Rp51 juta, sehingga nyasar ke rekening milik Ardi Pratama.
Kesalahannya baru diketahui 10 hari kemudian dan pada saat itu, ketika pihak BCA menagih agar dikembalikan, Ardi telah menghabiskan seluruh uang yang masuk di rekeningnya.
Sementara Ardi berdalih uang senilai Rp51 juta yang masuk ke rekeningnya dan telah dihabiskan untuk keperluan pribadi adalah komisi dari pekerjaannya sebagai makelar penjualan mobil.
Menurut AKBP Oki, pemuda yang tinggal di Jalan Manukan Lor Surabaya itu tetap mempertahankan argumentasinya tersebut selama proses penyelidikan hingga penyidikan.
"Sebelumnya saat dilakukan proses mediasi dengan pelapor memang menjanjikan akan mengembalikan uang salah transfer senilai Rp51 juta itu, tapi tidak ada realisasinya," ujarnya.
Polisi kemudian menyimpulkan mediasi dengan beberapa kali pertemuan antara pelapor dan terlapor tidak menghasilkan titik temu, sehingga melanjutkan ke tingkat penyelidikan hingga penyidikan dan akhirnya menetapkan Ardi sebagai tersangka.
Pemuda yang tinggal di Jalan Manukan Lor Surabaya itu ditahan sejak 26 November 2020. Proses hukumnya kini telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya dan menjadikannya sebagai terdakwa.
Bapak tiga anak yang semuanya masih berusia di bawah lima tahun (balita) itu didakwa Pasal 85 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan Pasal 327 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan.
Ancaman hukumannya lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp5 miliar.