Surabaya (ANTARA) - Sebanyak 19 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur hari ini, Rabu, 9 Desember 2020, melaksanakan pemungutan suara pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak. Ke-19 kabupaten/kota itu meliputi Kabupaten Banyuwangi, Situbondo, Jember, Malang, Sidoarjo, Lamongan, Tuban, Gresik, Sumenep, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Kediri, dan Mojokerto. Kemudian untuk kota meliputi Kota Surabaya, Blitar, dan Pasuruan.
Dari 19 kabupaten/kota yang menggelar pilkada serentak itu, tercatat ada 41 pasangan calon kepala daerah yang berebut suara pemilih. Menariknya, ada dua kabupaten yang peserta pilkada diikuti hanya satu pasangan calon atau calon tunggal, yakni Kabupaten Kediri dan Ngawi. Kemunculan calon tunggal ini baru pertama kali terjadi di Provinsi Jatim.
Dibanding gelaran pilkada serentak sebelumnya, pelaksanaan pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah kali ini berlangsung dalam suasana yang penuh kekhawatiran, terutama menyangkut pandemi COVID-19. Apalagi beberapa pekan ini angka penambahan kasus baru cenderung naik. Bahkan sempat ada empat daerah di Jatim yang kembali berstatus zona merah atau risiko tinggi penyebaran COVID-19, yakni Kabupaten Lumajang, Situbondo, Jember, dan Kota Batu. Selebihnya berstatus zona oranye (risiko sedang).
Kekhawatiran itu makin meningkat setelah dilaporkan ada petugas penyelenggara pilkada, mulai anggota KPU hingga KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) yang terinfeksi virus corona usai menjalani rangkaian tes cepat hingga tes usap. Memang petugas yang reaktif bahkan positif COVID-19 dilarang bertugas, tetapi itu belum menjamin 100 persen kekhawatiran masyarakat hilang. Berbagai langkah antisipasi sudah disiapkan pemerintah dan KPU untuk mencegah munculnya klaster pilkada, terutama saat hari coblosan yang berpotensi ada kerumunan orang (pemilih).
Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung sekitar sembilan bulan jelas menjadi tantangan bagi penyelenggara pilkada untuk mengejar target partisipasi pemilih di atas 70 persen. Banyak kalangan menilai target itu terlalu tinggi dan akan sulit terpenuhi. Pilkada serentak sebelumnya, partisipasi pemilih secara rata-rata masih jauh di bawah angka 70 persen. Partisipasi pemilih yang tinggi (di atas 70 persen) saat gelaran Pilpres 2019 agaknya bakal sulit dicapai.
Bukan bermaksud menyepelekan berbagai upaya yang sudah dilakukan penyelenggara pilkada selama beberapa bulan ini, tetapi situasi yang tidak normal karena COVID-19 saat ini jelas menjadi pertimbangan pemilih untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Harus diakui, ancaman virus corona masih ada dan nyata. Virus mematikan itu bisa menginfeksi masyarakat kapan dan di mana saja.
Sekarang tinggal bagaimana mengingatkan pemilik hak suara untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan saat memutuskan pergi ke TPS. Begitu pula para petugas KPPS yang melayani para pemilih. Pada akhirnya, siapapun paslon yang terpilih memenangkan pilkada kali ini akan tercatat dalam sejarah tersendiri dan mengemban tugas berat memulihkan kondisi daerah pasca-pandemi. Berapapun angka partisipasi pemilih, hal paling penting adalah pilkada serentak kali ini berjalan lancar, aman, dan semua yang terlibat dalam kondisi selamat terhindari dari COVID-19. (*)
Pilkada paling mengkhawatirkan
Rabu, 9 Desember 2020 2:35 WIB