Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mengatakan pendampingan yang dilakukan aparat penegak hukum dilakukan sepanjang pejabat pengadaan barang dan jasa tidak punya niat untuk melakukan korupsi.
"Seharusnya kita para pejabat yang telah diberikan amanah berani mengambil risiko untuk kepentingan rakyat untuk kepentingan masyarakat, sepanjang dilakukan dengan itikad baik, tidak ada 'mens rea' (niat jahat) korupsi," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu.
Presiden Jokowi menyampaikan hal itu dalam pembukaan "Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tahun 2020" Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Jadi kalau masih ragu, saya juga sudah perintahkan pada kepala BPKP, kepala LKPP, Jaksa Agung, Kapolri untuk memberikan pendampingan pendampingan dengan proteksi seperti itu," ungkap Presiden.
Presiden Jokowi menyadari masih ada kekhawatiran pejabat aparat pemerintahan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Kalau saya lihat ada hal ini payung hukumnya mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, sampai peraturan menteri semuanya sudah ada. Bahkan kepala LKPP sudah menyiapkan aturan yang dibutuhkan dalam pengadaan barang dan jasa pada situasi darurat," tambah Presiden.
Presiden Jokowi pun menekankan agar aparat pengawasan internal pemerintah harus mampu menjadi bagian dari solusi percepatan.
"Jangan sebaliknya jadi bagian dari masalah memperpanjang proses membuat berbelit-belit mempersulit dan menghambat karena kita membutuhkan sebuah kecepatan," ungkap Presiden.
Aparat hukum diminta untuk lebih mengedepankan aspek pencegahan dengan cara lebih pro-aktif dan tidak menunggu sampai terjadi masalah.
"Kalau ada potensi masalah segera diingatkan, jangan sampai pejabat dan aparat pemerintah dibiarkan terperosok setelah terperosok baru diberitahu, tapi kalau sudah ada niatan sudah 'mens rea', maka saya juga minta tidak ada kompromi, ditindak dengan secara tegas," ungkap Presiden.
Presiden Joko Widodo juga menyoroti laporan Kepala LKPP Roni Dwi Susanto mengatakan hingga November 2020 masih ada Rp60,58 triliun proyek pengadaan barang dan jasa yang masih berproses, sebesar Rp48,8 triliun di antaranya bahkan berupa pekerjaan konstruksi.
"Bulan November masih Rp40 triliun, dan itu adalah konstruksi terus nanti kalau misalnya itu selesai jadi barangnya kayak apa? Kalau bangunan ya ambruk, jembatan ya ambruk, hanya berapa bulan (pengerjaan)? Jangan sampai sekali lagi diulang-ulang semuanya menumpuk di akhir tahun," tegas Presiden.
Presiden Jokowi meminta alarm peringatan perlu diberikan karena banyak kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang masih bekerja dengan cara-cara lama, rutinitas.
"Bahkan dalam situasi seperti ini dan kondisi yang darurat seperti masih bekerja dan 'channel' yang 'ordinary', biasa-biasa saja, normal-normal saja, belum berganti 'channel yang 'extra ordinary', belum mengubah SOP-nya dari normal yang 'short cut' yang penuh dengan terobosan akibatnya," jelas Presiden.
Padahal menurut Presiden, dalam kondisi pandemi seperti saat ini, dibutuhkan kecepatan dalam realisasi belanja pemerintah karena belanja pemerintah lah yang mendorong sekarang permintaan, meningkatkan konsumsi masyarakat , menggerakkan produksi dan akhirnya ekonomi dapat tumbuh kembali.
Berdasarkan data SPSE, total belanja pengadaan barang/jasa pemerintah 2020 adalah sebesar Rp1.027,1 triliun. Dengan sistem elektronik dan SDM pengadaan yang semakin baik kompetensinya, pemerintah mampu menghemat Rp90 triliun melalui e-tendering dan e-purchasing. (*)
Presiden: Pendampingan terkait pengadaan barang-jasa sepanjang tak niat korupsi
Rabu, 18 November 2020 13:38 WIB