Surabaya (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai terlalu dini membahas pengganti jabatan kapolri usai penangkapan buronan terpidana kasus Cessie Bank Bali Djoko S Tjandra.
“Tidak perlu ‘menggoreng’ kasus penangkapan Djoko Tjandra dengan suksesi kapolri,” ujar La Nyalla di sela reses sebagai senator daerah pemilihan Jawa Timur di Surabaya, Minggu.
Seiring penangkapan Djoko S Tjandra, marak informasi dan isu seputar kepantasan sosok Kabareskrim Komisaris Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menjadi kandidat kuat pengganti Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz.
Menurut LaNyalla, sesuai Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian disebut dengan jelas, kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Bahkan, apabila dalam 20 hari DPR belum memberikan pendapat, sesuai hukum yang berlaku dianggap menyetujui.
“Artinya, siapa suksesor Pak Idham sepenuhnya ada di tangan Presiden karena memang regulasinya begitu,” ucap mantan Ketua KADIN Jatim tersebut.
Ditambahkan LaNyalla, justru yang harus mendapat apresiasi adalah kapolri yang dengan cepat menjalankan perintah Presiden Jokowi dengan membentuk tim dan ditugaskan Kabareskrim sebagai ketua tim.
“Jadi, aplausnya untuk Kapolri dan Tim Mabes Polri. Bukan dipersonifikasi ke orang, karena itukan kerja tim. Dan ingat, masih ada terpidana dan DPO lain yang berkeliaran entah di mana. Ini juga pekerjaan rumah semua instansi terkait,” katanya.
Sementara itu, mengenai adanya pernyataan dari senator DPD RI yang mendukung Kabareskrim untuk menjadi kandidat kapolri, LaNyalla menyatakan itu hak menyampaikan pendapat pribadi.
“Karena di DPD, 136 senator dari 34 provinsi di Indonesia punya hak dan dijamin untuk menyampaikan pendapat. Apalagi berkaitan dengan kepentingan daerahnya. Tetapi itu belum tentu menjadi sikap lembaga,” tuturnya.
Ketua DPD: Terlalu dini bahas pergantian jabatan kapolri
Minggu, 2 Agustus 2020 20:49 WIB