Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa menunggu kronologis peristiwa gugurnya prajurit TNI bernama Sersan Mayor (Serma) Rama Wahyudi saat bertugas sebagai anggota pasukan perdamaian di Misi MONUSCO, Republik Demokratik Kongo.
"Itu adalah operasi di-handle Mabes TNI. Yang jelas kami akan mengevaluasi dan kami ingin mendapat kronologi yang sebenarnya,” kata Andika usai olahraga bersama dengan pemimpin media massa di Mabes AD, Jakarta Pusat, Rabu.
Menurut dia, TNI AD menyiapkan pasukan untuk misi perdamaian. Namun, untuk penugasan semua atas perintah Mabes TNI.
"Walaupun kami hanya menyiapkan personel, penugasan semuanya dari Mabes TNI. Kami bisa menyiapkan mereka (prajurit) lebih siap," kata Andika.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, ada prajurit TNI lain yang mengalami luka-luka dalam serangan tersebut.
"Satu yang meninggal, satu lainnya luka-luka. Ya, mudah-mudahan masih ada harapan untuk pulih," katanya.
Terkait dengan pemulangan jenazah, mantan Pangkostrad ini mengatakan bahwa Mabes TNI yang akan segera mengurus jenazah prajurit TNI itu karena yang memberangkatkan seluruh prajurit TNI yang tergabung dalam misi perdamaian itu.
"Kalau pengurusan, jelas dari Mabes TNI karena memang operasi mereka yang menggelar, mereka yang merencanakan, kemudian menyiapkan, menganggarkan mereka, kami juga proaktif. Artinya, kami sudah berhubungan dengan keluarga dengan satuannya," ucapnya.
Meninggalnya Serma Rama Wahyudi telah dikonfirmasi oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melalui unggahan di akun Twitternya, Rabu (24/6).
“Penghargaan setinggi-tingginya kepada almarhum Serma Rama Wahyudi atas pengabdiannya dalam menjaga perdamaian dunia. Semoga keluarga yang ditinggalkan selalu diberi ketabahan,” tulis Menlu Retno.
Mengutip laporan AFP dari sumber PBB, anggota pasukan perdamaian dari Indonesia terbunuh dan seorang lainnya terluka dalam serangan oleh milisi pada Senin (22/6) malam di bagian timur Republik Demokratik Kongo.
Patroli mereka diserang sekitar 20 kilometer dari Kota Beni di Provinsi Kivu Utara.
Menlu Retno mengatakan bahwa Dewan Keamanan PBB telah mengutuk keras serangan kepada MONUSCO dan meminta otoritas Kongo untuk melakukan investigasi dan membawa pelakunya ke meja pengadilan.
Dalam sebuah pernyataan, Kepala MONUSCO Leila Zerrougui mengutuk serangan itu, yang katanya dilakukan oleh "tersangka anggota ADF" yakni Pasukan Sekutu Demokrat, sebuah kelompok bersenjata terkenal di timur negara tersebut.
Tentara itu telah mengambil bagian dalam proyek untuk membangun jembatan di daerah Hululu.
ADF adalah gerakan muslim, terutama yang berasal dari negara tetangga Uganda pada tahun 1990-an, yang menentang pemerintahan Presiden Uganda Yoweri Museveni.
Pada tahun 1995, kelompok itu pindah ke Republik Demokratik Kongo, yang menjadi basis operasinya meskipun mereka tidak melakukan serangan di Uganda selama bertahun-tahun.
Menurut catatan PBB, gerakan tersebut telah menewaskan lebih dari 500 orang sejak akhir Oktober ketika tentara Kongo melancarkan serangan terhadapnya.
ADF menewaskan 15 tentara PBB di pangkalan mereka di dekat perbatasan Uganda pada bulan Desember 2017, dan tujuh lainnya dalam serangan pada bulan Desember 2018. (*)
Kasad tunggu kronologis soal prajurit TNI yang gugur di Kongo
Rabu, 24 Juni 2020 12:54 WIB