Surabaya (ANTARA) - Perjuangan tenaga medis dalam menangani pasien yang terpapar virus corona jenis baru atau COVID-19 memang sudah selayaknya mendapat apresiasi dan penghormatan sebagai pahlawan di masa pandemi ini.
Namun, ada satu pahlawan lagi yang turut berjasa dalam masa pandemi COVID-19 yang juga perlu diperhitungkan. Mereka adalah sopir mobil ambulans sekaligus petugas pemakaman jenazah pasien yang terpapar COVID-19.
Tak banyak orang memang yang mau menekuni profesi ini. Apalagi, tugas mereka juga berhubungan langsung dengan pasien ataupun jenazah COVID-19. Mulai dari perasaan was-was, hingga harus bersitegang dengan pihak keluarga, kerap kali menghampiri mereka.
Namun, karena atas dasar niatan tulus, hal itu justru menjadi motivasi bagi mereka untuk menjalankan tugas kemanusiaan membantu sesama.
Sejak pandemi COVID-19 di Surabaya, Pemerintah Kota Surabaya menyiapkan lahan khusus untuk lokasi pemakaman jenazah COVID-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih Surabaya. Di lokasi itu, pemakaman jenazah berjalan sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan.
Selain itu, petugas juga diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD), mulai pengantaran hingga proses pemakaman selesai.
Para petugas ini merupakan gabungan dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya yang terdiri dari jajaran Dinas Sosial (Dinsos), Petugas Pemakaman Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) hingga tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya.
Salah satu petugas yang biasa terlibat dalam prosesi pemakaman jenazah pasien COVID-19 adalah Zuliyanto (50). Ia merupakan pendamping sopir ambulans Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya yang biasa membantu dalam prosesi pemakaman jenazah COVID-19.
Sekitar Maret 2020, menjadi awal pengalaman awal bagi Zulyanto mengantarkan dan memakamkan jenazah COVID-19. "Waktu itu kebetulan pas shif-nya teman-teman saya. Nah, setelah pertama kali mereka turun, salah satu tim ada yang drop karena ketakutan dengan berita-berita yang begitu santer terkait COVID-19," katanya.
Mendapati itu, ia harus turun untuk meyakinkan teman-temannya bahwa pasien COVID-19 yang meninggal tidak sebahaya seperti yang diberitakan di media massa.
Awalnya, Zuliyanto mengaku juga memiliki rasa takut dan was-was ketika harus terjun memakamkan jenazah COVID-19. Bahkan, tidak hanya dia, kawan-kawannya pun juga memiliki rasa takut akan terpapar virus itu.
Namun, ada perasaan tersendiri yang membuat Zuliyanto yakin bahwa ini aman. Selain itu, karena niatan tulus yang membuat ia memberanikan diri untuk menjadi salah satu petugas khusus pemakaman.
"Nanti kalau semuanya tidak ada yang berani terus siapa yang memakamkan. Akhirnya saya beranikan diri untuk turun dengan niatan nawaitu untuk kemanusiaan," kata Zuliyanto.
Menurut dia, jenazah COVID-19 justru lebih aman dari pada pasien karena sebelum dimakamkan, jenazah itu sudah dimasukkan ke dalam peti dan dilapisi plastik sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan.
"Awalnya hanya beberapa petugas yang turun, kemudian ada 22 orang teman lainnya ikut berani turun. Satu bulan setelah itu kemudian akhirnya semuanya diwajibkan untuk ikut terjun," katanya.
Pria yang telah bekerja di Dinsos Surabaya sejak enam tahun yang lalu ini juga kerap kali harus membantu pemakaman jenazah COVID-19 saat tengah malam hingga dini hari. Bahkan, ketika pulang dan sampai di rumah, ia harus kembali berdinas untuk membantu rekan-rekannya.
"Seringkali sudah sampai rumah itu saya harus kembali membantu. Tidak hanya malam hari, dini hari sampai pagi pokoknya 24 jam. Bahkan, di luar jam dinas saya harus turun," ujarnya.
Sejak COVID-19 ada di Surabaya, mobil ambulans Dinsos tak hanya digunakan untuk mengantar orang sakit biasa. Namun, kendaraan ini juga digunakan untuk mengantar pasien ataupun jenazah COVID-19 ke tempat pemakaman.
Sejak saat itulah Zuliyanto bertugas mengantar jenazah pasien COVID-19 dari rumah sakit menuju pemakaman. Atau pasien meninggal di rumah kemudian diantar ke rumah sakit untuk dilakukan pemulasaran dan selanjutnya menuju pemakaman.
"Saya tak hanya bertugas mengantar jenazah hingga ke pemakaman. Tapi kita juga membantu teman-teman dari DKRTH bantu mereka bawa dan angkat peti sampai ke liang lahat," kata dia.
Meski demikian, Zuliyanto mengaku kerap kali harus bersitegang dengan pihak keluarga. Alasannya, keluarga pasien ingin memakamkan sendiri kerabatnya itu, meski tenaga kesehatan telah menyatakan jenazah itu terkonfirmasi positif COVID-19. Padahal, pemerintah telah menetapkan jenazah COVID-19 harus dimakamkan sesuai protokol kesehatan.
"Sering bersitegang sama pihak keluarga karena mereka tidak mengerti tupoksi kita dimana. Padahal tujuan kita hanya ingin membantu meringankan mereka. Hampir juga sempat berantem, untungnya saya masih sadar, saya berikan pengertian kepada pihak keluarga kalau proses pemakaman sesuai protokol ini tidak diterapkan, maka bisa jadi pandemi lagi," ujarnya.
Prihatin
Hal sama juga dialami Sugeng Priharianto . Ia juga menjadi salah satu petugas yang biasa mengantar dan memakamkan jenazah COVID-19. Meski terkadang ada perasaan was-was, namun semua itu dia serahkan kepada Tuhan karena niatan bekerja dan ibadah.
"Ada juga perasaan was-was dan takut, tapi saya serahkan semuanya kepada Allah. Karena ini juga kerja buat anak keluarga. Perasaan saya cuma mau menolong saja," kata Sugeng.
Sugeng yakin orang yang sudah meninggal jenazahnya itu justru lebih aman. Apalagi sebelum dimakamkan jenazah itu sudah dimasukkan ke dalam peti dan dibungkus plastik sesuai protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
"Kalau sudah dimasukkan ke dalam peti dan dibungkus plastik, Insya Allah sudah aman. Tapi kita tetap pakai APD lengkap, sepatu boot, face shield dan masker," katanya.
Pria yang tinggal di Banjar Sugihan Surabaya ini mengaku, hanya ingin berniat menolong memakamkan jenazah COVID-19 sesuai protokol yang ditetapkan. Karena itu, ia juga merasa prihatin dengan kejadian-kejadian jenazah COVID-19 yang sampai diambil paksa karena kurangnya kesadaran pihak keluarga.
"Waktu itu ada juga kejadian ojek daring, mereka datang ramai-ramai ke pemakaman, seperti mereka menantang tak takut terpapar. Kebetulan itu teman-teman saya yang bertugas, itu kami sempat jengkel sekali. Padahal niat kita kan hanya membantu keluarga mereka," ujar Sugeng.
Namun demikian, perasaan itu semua sirna ketika Sugeng sudah bertemu dengan anak dan keluarganya di rumah. Keluarga menjadi obat penghilang rasa capek dan was-was bagi dia bersama rekan-rekannya setelah memakamkan jenazah COVID-19.
Meski begitu, ia berharap, ke depan tak ada lagi warga yang meninggal karena terpapar COVID-19 dan pandemi ini bisa segera berakhir. "Kami hanya berharap masyarakat disiplin mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah," katanya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pemakaman DKRTH Surabaya Aswin Agung mengatakan petugas saat ini petugas pemakaman diwajibkan menerapkan protokol kesehatan jika sedang melaksanakan tugas di lapangan dengan tujuan agar semuanya terhindar dari COVID-19.
"Seluruh petugas kami sudah dilengkapi dengan APD (alat pelindung diri) sesuai protokol kesehatan saat menjalankan tugasnya, apapun yang menjadi penyebab kematian jenazah. Keselamatan petugas harus dijaga karena mereka juga memiliki keluarga," katanya.
Bantuan baju hazmat
Tugas berat yang dialami para petugas pemakaman di TPU Keputih Surabaya itu mengundang kepedulian dari kalangan perusahaan, instansi dan relawan kemanusiaan di Kota Pahlawan. Salah satunya dari komunitas #BergerakDariRumah yang memberikan bantuan APD berupa baju hazmat dari kepada para petugas pemakaman.
"Mereka termasuk salah satu bagian dari garda depan penanganan jenazah warga yang meninggal akibat COVID-19. Dengan semakin pesat peningkatan penderita COVID-19 maka antisipasi melindungi diri dengan APD juga harus ditambah," ujar salah satu anggota komunitas #BergerakDariRumah sekaligus CEO Mahakaam Group Opid Adisuryo ini.
Opid mengatakan TPU Keputih merupakan salah satu area pemakaman yang ditetapkan Pemkot Surabaya menjadi tempat pemakaman jenazah yang terpapar COVID-19.
Melihat perjuangan serta risiko tinggi atas penularan COVID-19 dari petugas pemakaman tersebut, maka sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian kepada mereka baik berupa insentif maupun bantuan lainnya. Hal ini dilakukan agar setiap elemen yang menjadi garda terdepan juga merasa aman dan nyaman ketika melakukan pengabdiannya. (*)
Menengok perjuangan petugas pemakaman COVID-19 di Kota Surabaya
Senin, 15 Juni 2020 15:37 WIB
Nanti kalau semuanya tidak ada yang berani terus siapa yang memakamkan. Akhirnya saya beranikan diri untuk turun dengan niatan nawaitu untuk kemanusiaan