Jember (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara dan peneliti Pusat Studi Hukum HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga Dr Herlambang P Wiratraman menyoroti soal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terpilih di tengah riuhnya revisi Undang-Undang KPK.
"Terkait dengan terpilihnya lima calon pimpinan KPK, maka ada tiga hal yang menjadi catatan," katanya, saat dihubungi dari Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu.
Pertama, sejak awal proses seleksi bermasalah di level panitia seleksi (pansel) maupun calon pimpinan terpilih, apalagi tanpa mendengar suara KPK saat di tangan Presiden Jokowi.
"Saya menilai hal itu memperlihatkan proses seleksi yang sungguh tidak berkualitas dan sama sekali jauh dari semangat pemberantasan korupsi," ujar dia.
Kedua, sepanjang proses seleksi terdengar komisioner KPK terpilih tidak tegas atas upaya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan lebih fokus pada upaya pencegahan yang sifatnya sebatas sosialisasi antikorupsi semata, sehingga justru signal jelas dan terbuka terhadap pelemahan di tubuh KPK beberapa tahun mendatang.
"Ketiga, proses yang demikian itu merupakan fondasi yang rapuh bagi pemulihan kepercayaan publik atas integritas kepemimpinan di lembaga antirasuah itu," ujar pejuang HAM kaum marjinal itu.
Menurutnya, pemberantasan korupsi bukan semata soal pimpinan KPK, melainkan pula sejauhmana kepemimpinan politik yang berani menggunakan wewenang dan kebijakannya untuk bersama melawan korupsi.
"Sayang karena tiga hal itu, keberpihakan Jokowi tidak sungguh-sungguh diperlihatkan, dan pimpinan KPK tidak lebih dari representasi kepentingan politik yang berkuasa saat ini," katanya lagi.
Herlambang menilai proses terpilihnya pimpinan KPK yang bermasalah, kemudian rencana revisi UU KPK yang melumpuhkan wewenang penyadapan, kendali penegakan hukum, dan hadirnya Dewan Pengawas seperti "menu pesta" para koruptor.
"Saya mengajak semua elemen publik pendukung pemberantasan korupsi, menyediakan diri untuk tetap berjuang, merawat stamina pergerakan untuk tetap berani melawan korupsi," ujarnya pula.
Ia mengatakan tidak ada kata mundur apalagi berhenti, apabila masih mencintai negeri dan merawat mimpi lebih baik manusia-manusia Indonesia di masa depan.