Surabaya (ANTARA) - Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Perak Surabaya telah menindak pelanggaran keimigrasian terhadap 28 warga negara asing (WNA) sepanjang bulan Januari hingga pertengahan Juli 2019.
"Semuanya sudah kami deportasi ke negara asalnya masing-masing," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Perak Surabaya Romi Yudianto kepada wartawan di Surabaya, Selasa.
Dia menyebut dari 28 WNA yang telah ditindak karena melanggar dokumen keimigrasian, terbanyak berasal dari negara China berjumlah 22 orang. Selain itu dari India tiga orang, serta masing-masing satu orang berasal dari negara Malaysia, Palestina dan Austria.
Romi mengungkapkan jumlah orang asing yang datang ke Indonesia meningkat sejak pemerintah menetapkan kebijakan bebas visa kunjungan terhadap 169 negara, yang diharapkan mampu meningkatkan devisa negara.
"Meningkatnya jumlah orang asing yang datang ke wilayah Indonesia juga dapat berpotensi pada bertambahnya isu pelanggaran keimigrasian maupun tindak kejahatan di berbagai wilayah Indonesia, sehingga bisa memunculkan konsekuensi terhadap peningkatan pengawasan keimigrasian," ujarnya.
Dia memastikan Kantor Imigrasi Tanjung Perak Surabaya, bekerja sama dengan instansi terkait lainnya seperti Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Organisasi Polisi Kriminalitas Internasional (Interpol), Badan Intelijen Negara (BIN), sandi negara dan kejaksaan, akan terus berupaya meminimalisir kejahatan ataupun tindakan kriminal dari setiap WNA yang masuk ke Indonesia.
"Untuk mengantisipasi ancaman dan gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh orang asing perlu diperkuat fungsi inteligen keimigrasian, sehingga kejahatan dapat ditangkal atau dicegah sebelum orang asing tersebut masuk ke Indonesia," ucapnya.
Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Perak Surabaya Washington Saut Dompak menyatakan telah membuat langkah-langkah kongkrit untuk menangkal kejahatan dari WNA yang masuk ke Indonesia.
Di antaranya membangun sistem pelaporan orang asing (APOA) yang melibatkan semua unsur masyarakat, asosiasi hiburan, hotel, restoran untuk melaporkan keberadaan dan kegiatan orang asing.
"Kami juga membentuk komunitas intelijen yang anggotanya terdiri dari BIN, TNI, kepolisian, dan kementerian/ lembaga yang menyelenggarakan intelijen negara di tingkat pusat dan daerah, sebagai wadah tukar menukar informasi antaranggota terkait keberadaan dan kegiatan orang asing," katanya.
Intelijen Keimigrasian, lanjut dia, bersama Interpol dan Polri, telah menandatangani kerja sama penggunaan aplikasi "I-24/7", yang fungsinya dapat mendeteksi data-data pemegang paspor yang hilang atau dicuri, serta buronan yang dicari oleh suatu negara. (*)