Bojonegoro (Antaranews Jatim) - Kesatuan Pemangkutan Hutan (KPH) Bojonegoro, Jawa Timur, mengandeng lembaga masyarakat desa hutan (LMD) untuk menanam tanaman jagung dan tanaman padi seluas 6.207,6 hektare dari areal kawasan hutan baku hutan sekitar 22,5 ribu hektare.
"Tidak semua kawasan hutan bisa dikerjasamakan dengan petani pesanggem yang tergabung dalam LMDH, sebab ada ketentuan yang mengatur," kata Humas KPH Bojonegoro Markum, di Bojonegoro, Jumat.
Menurut dia, pemanfaatan lahan hutan untuk pertanian baik tanaman jagung maupun tanaman padi jangka waktu kontrak hanya selama tiga tahun. Dengan demikian tanaman jati yang sudah usia tertentu di kawasan hutan tidak bisa ditanami lagi dengan tanaman jagung atau padi.
"Setelah masa kontrak habis petani tidak lagi bisa menanam tanaman padi atau jagung. Tapi masih diperbolehkan menanam tanaman empon-empon," ucapnya menjelaskan.
Sesuai data, pada 2018 luas kerja sama Perhutani dengan petani pesanggem untuk tanaman jagung 4.994,4 hektare dan tanaman padi 1.213,2 hektare.
Dalam kerja sama itu melibatkan 80 LMD dengan jumlah 18.838 petani pesanggem yang tersebar di sejumlah kecamatan, antara lain, Kecamatan Bubulan, Tambakrejo, Dander dan kecamatan lainnya.
"Untuk 2019 luas kerja sama kurang lebih sama," ucapnya.
Dalam kerja sama itu, lanjut Manajer Bisnis KPH Bojonegoro Ahmad Yanis, sistemnya dengan bagi hasil. Perhutani hanya memperoleh 10 persen dan petani memperoleh 90 persen dari produksi jagung atau padi.
"Perolehan Perhutani itu juga masih untuk membayar berbagai keperluan," ucapnya.
Yang jelas, kata dia, dalam kerja sama itu perolehan petani secara ekonomi dalam memanfaatkan lahan hutan cukup besar. Sebab dalam kondisi normal petani pesanggem bisa menanam jagung dua kali dengan hasil rata-rata 3 ton pipilan kering/hektare.
"Hanya saja selama ini petani pesanggem masih terjerat tengkulak yang memberikan pinjaman uang dengan perjanjian hasil produksi jagung dibeli tengkulak dengan pembayaran bisa satu atau dua pekan," katanya.
Oleh karena itu, ia mengharapkan ada usaha mengamankan produksi jagung kawasan hutan agar bisa semakin menguntungkan petani pesanggem.
"Pembelinya selama ini ya tengkulak di sekitar kawasan hutan, untuk kemudian dikirim ke luar kota, termasuk untuk kebutuhan jagung lokal," ucap Markum menambahkan. (*)