Surabaya (Antaranews Jatim) - Puluhan konsumen yang menjadi korban kasus penipuan dari pembelian perumahan dan apartemen milik pengembang "Sipoa Group" meminta pengacara Yusril Ihza Mahendra untuk bertindak sebagai kuasa hukumnya.
Mereka menghadang pengacara kondang itu di pintu masuk Pengadilan Negeri Surabaya saat akan mendampingi klien pada persidangan kasus lainnya, Senin.
"Kami ingin Pak Yusril mendampingi kami dalam proses hukum kasus Sipoa," kata Muhammad Aldo, salah satu korban penipuan perumahan Sipoa Group.
Dia mengatakan para korban merasa tidak puas dengan pendampingan kuasa hukum lain pada proses persidangan yang sejak beberapa waktu lalu sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya.
"Semoga dengan dikawal Pak Yusril, kasus ini bisa selesai dengan memuaskan dan uang kami bisa kembali," ujarnya.
Yusril dalam kesempatan itu menyatakan siap menjadi kuasa hukum korban dalam kasus penipuan oleh pengembang Sipoa Group ini.
"Pembicaraan lebih lanjut terkait proses persetujuan dari para korban dengan saya untuk menjadi kuasa hukumnya nanti bisa diselesaikan di kantor," katanya.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu mengaku sebelumnya juga telah mengikuti perjalanan kasus ini melalui pemberitaan.
Dia menilai kasus hukumnya masih belum menyentuh sampai kepada jajaran pemilik perusahaan Sipoa Group.
"Proses hukumnya saat ini masih menyentuh jajaran manajemen dan direksi, bosnya belum tersentuh," ucapnya.
Konsumen yang merasa menjadi korban kasus penipuan dari pembelian perumahan dan apartemen Sipoa Group telah membentuk Paguyuban Pembeli Proyek Sipoa (P3S), yang beranggotakan 73 orang.
Menurut Aldo, korban yang belum tergabung di P3S jumlahnya lebih banyak lagi dan diyakini mencapai ratusan konsumen.
Dia menjelaskan ratusan konsumen ini telah membayar cicilan rumah maupun apartemen seharga Rp185 juta, Rp190 juta sampai Rp210 juta di wilayah Tambak Oso, serta proyek perumahan Royal Mutiara Residence 3 dan Royal Afatar World di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Perumahan dan apartemen tersebut semestinya diserahterimakan pada 2016 lalu namun hingga kini justru dilaporkan tidak pernah dibangun.
Proses persidangan kasus ini yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Surabaya menindaklanjuti laporan P3S yang secara resmi dilayangkan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur pada 18 Desember tahun lalu. (*)