Pacitan (Antara Jatim) - Ratusan pengungsi korban bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, mengeluhkan sakit ISPA (infeksi saluran pernafasan akut), diare, gatal-gatal hingga depresi selama berada di penampungan sementara di pengungsian.
"Penyakit muncul karena kondisi lingkungan yang memang tidak sehat, depresi, serta minimnya sediaan air bersih," kata Sulastri, koordinator pengungsi di Dusun Papringan, Desa Gembong, Kecamatan Arjosari, Pacitan, Senin.
Kendati tidak parah, sejumlah pengungsi mengaku khawatir karena kondisi mereka yang berada di penampungan yang kondisinya serba terbatas.
Mereka praktis tidak bisa istirahat dengan baik , selain juga sediaan air bersih untuk memasan dan air minum yang kian menipis.
Untuk penyembuhan, pengungsi proaktif saat tenaga kesehatan dari polindes setempat maupun bantuan dari luar daerah setempat datang melakukan pemeriksaan.
"Sementara masih tertangani dengan baik, kami beri obat serta antibiotik untuk mengurangi infeksi saluran pernafasan yang dialami maupun diare dan konjunctivis (iritasi mata akibat debu)," kata bidan desa, Ainul Masruroh.
Di Dusun Papringan, total ada 42 KK yang mengungsi di mushala setempat. Warga tidak berani kembali ke rumah mereka karena sebagian rumah sudah rusak tertimbun longsor, dan sebagian lainnya berpotensi terdampak yang tidak memungkinkan ditinggali.
"Untuk keamanan, warga yang berada di zona merah kami imbau untuk mengungsi di tempat aman, sampai situasi kembali kondusif," kata Babinsa Desa Gembong, Kecamatan Arjosari Koptu Andi Rois.
Sulastri, Ainul dan Andi menyebut masalah utama yang dihadapi pengungsi di daerahnya saat ini adalah suplai air bersih yang kian menipis, padahal kebutuhan minum mereka cukup banyak.
Salah satu pengungsi bahkan sempat meminta sediaan terakhir dari babinsa Andi Rois, hingga suplai logistik kembali datang dari Pusdalops Pacitan.
Keluhan sakit juga diutarakan sejumlah pengungsi yang kini berada di penampungan Gedung Karya Darma, Kota Pacitan serta ratusan pengungsi di Desa Klesem, Kecamatan Kebonagung.
Selain ancaman penyakit ISPA dan diare yang mereka alami, pengungsi mengaku depresi/stres karena terus memikirkan kondisi rumahnya yang rusak berat.
Bidan Desa Klesem Ike Yuliana mengatakan gangguan kesehatan mulai dialami pengungsi yang berada di penampungan SDN Klesem sejak hari keempat pascabencana.
Beberapa penyakit yang dialami, kata Ike adalah gangguan pernafasan, masalah pencernaah (diare), dehidrasi serta depresi.
Di posko itu, kata Ike, total ada 827 pengungsi yang saat ini masih bertahan karena kondisi pemukiman yang tak mungkin lagi ditempati akibat longsor.
Data resmi yang keluarkan BPBD Pacitan/BNPB, bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Pacitan yang terjadi pada Senin (27/11) hingga Selasa (28/11) berdampak pada 16.953 warga, dengan rincian 14.031 orang dewasa dan 2.922 anak-anak.
Korban jiwa yang sudah ditemukan sejauh ini tercatat sebanyak 23 jiwa dan dua lainnya masih dalam pencarian sejak dinyatakan hilang saat bencana terjadi (total 25 korban jiwa).
Banjir dan longsor juga menyebabkan 615 rumah rusak, dengan rincian 177 rusak ringan, 272 rusak sedang dan 166 rusak berat.
Sedangkan infrastruktur yang rusak terdata sepanjang 23,13 kilometer, 820 tanggul rusak, dan 85 jembatan putus/rusak berat.
Untuk pelayanan kesehatan, Dinas Kesehatan Pacitan membuka 34 titik pelayanan kesehatan dengan 30 dokter, 150 perawat, 100 bidan dari Kabupaten Pacitan, dan perbantuan ikatan profesi kesehatan lainnya. (*)