Surabaya (Antara Jatim) - Keberadaan transportasi dalam jaringan (daring) atau yang biasa dikenal dengan online telah menjamur di berbagai kota, baik roda dua atau pun roda empat, sehingga membuka peluang usaha bagi perseorangan.
Sebab transportasi daring bisa dikelola oleh pribadi tanpa harus membuat perusahaan, sehingga keberadaan jenis usaha baru ini cepat menyebar.
Di sisi lain, timbul pertanyaan mengenai asuransi kendaraan yang digunakan untuk usaha transportasi daring tersebut. Karena secara kepemilikan kendaraan atau mobil yang digunakan adalah milik pribadi, sedangkan fungsinya adalah dibuat sebagai transportasi massal.
Yulianto, Kepala Cabang Asuransi Astra Surabaya memberikan penjelasan terkait hal ini, dan menegaskan bahwa semua perusahaan jasa asuransi tidak bisa membayarkan klaim asuransi untuk kendaraan pribadi yang digunakan untuk taksi berbasis aplikasi atau daring.
"Klaim pasti ditolak karena tidak sesuai dengan aturan polis standar asuransi kendaraan bermotor Indonesia," katanya.
Ia menyebutkan, dalam aturan Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia pada Pasal 4 Nomor 10 disebutkan defenisi penggunaan komersial adalah penggunaan atas kendaraan bermotor tersebut untuk disewakan atau balas jasa.
Dalam bisnis transportasi daring, kendaraan yang digunakan merupakan milik pribadi yang mendapatkan balas jasa sehingga dikategorikan komersil.
Dengan begitu, meski kendaraan pribadi tersebut sudah terdaftar dalam asuransi, namun tidak disesuaikan dengan premi komersial, maka perusahaan asuransi tidak bisa membayarkan klaim ketika terjadi kecelakaan maupun kehilangan saat kendaraan tersebut digunakan sebagai taksi daring.
"Karena ada balas jasa dalam bisnis taksi online (daring) maka itu dikategorikan komersil," katanya kepada wartawan di Surabaya.
Kondisi tersebut, kata dia, juga berlaku apabila mobil pribadi digunakan untuk angkutan travel. Ada beberapa kejadian saat kendaraan travel itu hilang maupun rusak, kemudian pemiliknya melayangkan klaim kepada Asuransi Astra.
Pihaknya juga tidak akan melakukan verifikasi hanya dari keterangan pemohon klaim, melainkan juga mengecek laporan dari Polisi dan surat blok STNK apabila kendaraan hilang.
"Artinya, apabila kendaraan dikomersilkan maka orang tersebut harus pindah ke premi komersil," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi telah mengeluarkan peraturan baru terkait penyelenggaraan taksi daring berbasis aplikasi melalui rancangan revisi Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2016.
Dalam rancangan Revisi Permenhub 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek, ada beberapa hal yang ditambahkan salah satunya kewajiban asuransi yang harus dimiliki perusahaan penyelenggaraan taksi daring.
"Ada beberapa hal yang ditambahkan, sekarang itu masih ada SIM A pribadi, jadi harus ada SIM A umum yang harus dibuat. Yang kedua, harus ada asuransi," kata Menhub saat memberi keterangan resmi kepada media di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, 19 Oktober lalu.
Rumusan Revisi Permenhub 26/2017 meliputi Argometer Taksi, Tarif, Wilayah Operasi, Kuota/Perencanaan Kebutuhan, Persyaratan Minimal Lima Kendaraan, Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor, Domisili TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor), SRUT (Sertifikat Registrasi Uji Tipe) Kendaraan Bermotor, dan Peran Aplikator.
Menhub menjelaskan aturan tambahan, yakni perusahaan penyelenggara angkutan khusus atau taksi daring wajib memiliki asuransi agar menjamin keselamatan penumpang. Selain asuransi, pengemudi taksi daring yang sebelumnya diperbolehkan menggunakan SIM A pribadi, kini harus memiliki SIM A Umum sesuai dengan golongannya.(*)