Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah mengevaluasi penarikan uang jasa pengawasan pelabuhan yang telah diterapkan selama setahun terakhir, setelah menuai protes dari para pelaku usaha bongkar muat, kata pejabat Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak Surabaya Mauritz Sibarani, kepada wartawan di Surabaya, Kamis, memastikan saat ini pemerintah melalui Kementerian Perhubungan di Jakarta sedang membahas revisi kebijakan tersebut.
Dia menjelaskan, penarikan uang jasa pengawasan diberlakukan terhadap setiap perusahaan bongkar muat (PBM) yang beroperasi di pelabuhan, sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2016.
PP tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan itu mewajibkan setiap kegiatan bongkar muat di pelabuhan membayar uang jasa pengawasan sebesar 1 persen dari biaya bongkar muat.
"Ruhnya tentang kebijakan penarikan uang jasa pengawasan sebesar 1 persen dari biaya bongkar muat itu kan berawal dari seringnya terjadi kecelakaan kapal akibat penataan muatan yang tidak benar. Sehingga pemerintah menilai perlu adanya pengawasan yang kemudian terbit aturan seperti yang tertuang dalam PP Nomor 15 Tahun 2016," ucapnya.
PP tersebut diundangkan tertanggal 25 Mei 2016, yang kemudian turun peraturan menteri perhubungan yang menegaskan agar penerapan segala aturan di PP Nomor 15 Tahun 2016 harus sudah diberlakukan setelah 30 hari sejak diundangkan.
Di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, implementasi PP Nomor 15 Tahun 2016 tersebut diterapkan per tanggal 1 Juli 2016.
Terdata sekitar 40-an PBM yang biasa beroperasi di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya langsung melayangkan protes menyatakan keberatan menyisihkan 1 persen anggaran kerjanya untuk disetorkan sebagai uang jasa pengawasan pelabuhan.
"Direktorat Perhubungan Laut saat ini sudah melakukan kajian. Kemungkinan dalam PP yang baru akan dirubah menyangkut penarikan uang jasa pengawasan pelabuhan senilai 1 persen dari biaya bongkar muat terhadap setiap PBM," ucap Mauritz.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jawa Timur Kody Lamahayu Fredy menyambut baik upaya pemerintah yang sedang mengevaluasi kebijakan penarikan uang jasa pengawasan pelabuhan tersebut.
"Kalau bisa penarikan uang jasa pengawasan pelabuhan senilai 1 persen dari biaya bongkar muat itu dihapus saja. Karena di pelabuhan sudah banyak macamnya biaya yang harus dibayar. Jika harus kena tarikan biaya lagi tentu nantinya akan kami bebankan pada pemilik barang. Dampaknya biaya logistik semakin tinggi," ujarnya. (*)