Magetan, (Antara Jatim) - Kepolisian Resor (Polres) Magetan, Jawa Timur menetapkan dua tersangka baru kasus dugaan korupsi pembangunan instalasi rawat inap (Irna) Rumah Sakit Umum Daerah dr Sayidiman Magetan senilai Rp1,5 miliar tahun anggaran 2010.
Kepala Polres Magetan AKBP Muslimin, Selasa mengatakan kedua tersangka tersebut adalah Kepala Dinas Kesehatan Magetan Ehud Allawy yang saat kasus tersebut diselidiki menjabat sebagai Plt Direktur RSUD dr Sayidiman Magetan selaku pengguna anggaran dan kontraktor pelaksana Suyitno.
"Ada dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Irna RSUD dr Sayidiman Magetan. Meski demikian keduanya belum dilakukan penahanan," ujar AKBP Muslimin kepada wartawan di Magetan.
Menurut dia, penetapan keduanya sebagai tersangka tersebut setelah Polres Magetan melakukan pengembangan penyidikan lebih lanjut terhadap kasus tersebut. Dengan demikian, dalam kasus tersebut total telah ada tujuh tersangka.
Di mana sebelumnya telah ada lima tersangka lain yang telah lebih dulu ditetapkan, dan saat ini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Surabaya.
Kelima tersangka tersebut yaitu, Rohmat yang berperan sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), Ningrum Palupi Widiasari sebagai pejabat pengadaan barang, Titik Mulyatin selaku kontraktor perantara, Cahyo Renggo Putro selaku Direktur Utama CV Enggal Daya Prima sebagai konsultan perencana proyek, dan Suharti selaku Direktur Utama CV Jaya yang berperan sebagai pengawas proyek.
Para tersangka itu telah dijebloskan ke Rumah Tahanan kelas II B Magetan pada bulan April 2017 dan kini sedang menjalani persidangan.
"Dari lima tersangka sebelumnya, dua orang tersangka merupakan pegawai negeri sipil yang bertugas di rumah sakit sedangkan tiga tersangka lainnya dari pihak swasta," tuturnya.
Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi pembangunan Irna RSUD dr Sayidiman Magetan senilai Rp1,5 miliar tahun anggaran 2010 telah ditangani oleh Polres Magetan pada tahun 2012.
Proyek tersebut dinilai melawan hukum karena diduga merupakan praktik "pinjam bendera" oleh oknum pengguna keuangan negara di RSUD. Di mana, nama kontraktor, konsultan perencana, dan pengawas hanya dipinjam oleh pihak rumah sakit.
Rumah sakit selaku pengguna anggaran mengetahui jika pelaksanaan pengawasan tidak dilakukan dan hanya sebagai formalitas sebagai syarat pencairan anggaran.
Indikasi penyelewengan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp139 juta. Kasus tersebut hingga kini masih terus ditangani dan dikembangkan oleh Polres Magetan dan kejaksaan setempat.(*)