Tulungagung (Antara Jatim) - Anggota Komisi XI DPR Eva Kusuma Sundari menyebut peluang komoditas kopi masih sangat besar, yang salah satunya karena permintaan juga besar.
"Dari hitungan internasional, 2025 akan ada kelangkaan komoditas kopi, jadi ini harus ditangkap karena peluangnya besar," katanya saat menghadiri acara penanaman kopi arabika di Desa Geger, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Rabu.
Ia mengatakan, tingginya dukungan pasar juga memengaruhi peluang pasar komoditas ini. Dalam hitungan ekonomi, tanaman ini jika bisa dikelola dengan baik tentunya juga akan menguntungkan petani.
Ia pun menyebut, kualitas kopi lokal Indonesia tidak kalah dengan kopi dari luar negeri, termasuk jenis arabika. Bahkan, petani di Desa Geger, Kecamatan Sendang, ini juga sudah mulai tanam kopi jenis arabika.
Ia berharap, masyarakat bisa menangkap tingginya peluang ini. Masyarakat harus sadar bahwa mereka mempunyai potensi komoditas tanaman yang luar biasa.m
"Permintaan tidak bisa tercukupi. Bahkan, untuk domestik saja, misalnya di warung cete Tulungagung, bahkan harus mengambil dari luar. Ini karena produksi tidak mencukupi," katanya.
Ia juga mengingatkan, saat ini yang paling dibutuhkan adalah produksi, penyiapan bibit tanaman kopi. Untuk pemasaran masih belum sepenuhnya menjadi prioritas, sebab pasar saat ini sudah menunggu.
"Sekarang bukan level pemasaran tapi produksi dulu karena pasar menunggu. Jadi produksi pembibitan yang mendesak ada pusat pembibitan. Lahan tersedia dari 30 hektare, itu bisa dimanfaatkan jika bibit ada," katanya.
Perempuan yang berangkat dari PDIP ini juga mengatakan, akan terus mendorong agar pemerintah daerah pun bisa membuat kebijakan untuk mengembangkan potensi ekonomi kopi lokal, dengan membuat surat edaran. Diharapkan, dengan itu, kopi lokal Indonesia bisa lebih berkembang dan produksinya berlebih.
Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Tulungagung Sutjipto mengatakan komoditas kopi di Tulungagung selama ini masih belum menjadi unggulan.
Dari lahan yang digunakan sekitar 20 ribu hektare, masih didominasi tanaman kelapa serta tebu. Sementara, untuk kopi di urutan bawah.
Ia menyebut, luas lahan tanaman kopi di Tulungagung hanya sekitar 300 hektare dengan mayoritas ada di Kecamatan Sendang maupun Pagerwojo, yang merupakan daerah pegunungan.
"Itu kebanyakan jenis robusta. Produksi kopi juga masih rendah, sekitar 1,5 ton per hektare," katanya.
Ia menyebut, konsumsi kopi di Tulungagung sebenarnya sangat tinggi. Bahkan, warung kopi tumbuh subur. Setidaknya ada 96 warung kopi di kota ini, dimana salah satunya bahkan selalu menggoreng kopi hingga 300 kilogram per hari untuk kebutuhan usahanya.
"Produksi kan kurang, jadi pemilik warung beli di pasar, secara otomatis di pasar itu dari berbagai daerah bisa masuk. Kami saat ini kembangkan, kerjasama dengan kelompok tani, dengan harapan mau tanam kopi, demi meningkatkan kesejahteraannya," kata Sutjipto. (*)