Beijing (ANTARA) - Sebanyak 11 usaha mikro, kecil, dan menengah binaan Bank Indonesia berkesempatan menjajal ketatnya persaingan pasar kopi di China.
"Ke-11 UMKM tersebut mengirimkan sampel biji kopi dari berbagai daerah di Indonesia ke Guangzhou yang secara kebetulan memiliki asosiasi kopi," kata Kepala Kantor BI Perwakilan Beijing Arief Hartawan kepada ANTARA di Beijing, Jumat.
Selanjutnya, sampel kopi tersebut diteliti oleh para pakar penilai kualitas kopi bersertifikat internasional (Q-Graders) dan pelaku industri kopi di China.
Proses penilaian tersebut berlangsung secara terbuka dalam ajang Indonesia Coffee Day di Jinda Coffee & Beverage Center (JCBC), pusat grosir kopi terbesar di Kota Guangzhou, Provinsi Guangdong, Rabu (24/3).
"Di tempat itu, 20 orang Q-Graders dan pelaku pasar kopi di China yang memberikan penilaian terhadap sampel biji kopi UMKM kita," ujarnya didampingi Analis Eksekutif BI Beijing Firman Hidayat.
Menurut Arief, ke-11 UMKM itu merupakan UMKM level IV yang berarti sudah memiliki pengalaman melakukan kegiatan ekspor.
Di ajang Indonesia Coffee Day yang dihadiri secara langsung Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun dan kehadiran virtual Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo itu, ke-11 UMKM tersebut mengirimkan sampel biji kopi sangrai yang diambil dari beberapa perkebunan di Aceh, Sumatra Utara, Jambi, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.
Biji kopi sangrai dalam kemasan tersebut sudah dipasarkan di Indonesia. Bukan kopi instan Indonesia seperti yang ada di pasaran China saat ini.
Selanjutnya para Q-Graders tersebut akan memberikan penilaian kualitas kopi Nusantara berdasarkan kualitas A,B, dan C serta beberapa saran dan masukan.
"Sampai sekarang penilaian masih berlangsung. Kami sedang menunggu hasilnya," ujarnya.
Penilaian berdasarkan kualitas tersebut juga menentukan kopi-kopi itu layak berkompetisi di pasar China yang saat ini masyarakatnya sedang mengalami perubahan gaya hidup dari peminum teh menjadi penikmat kopi.
Firman menambahkan bahwa di JCBC terdapat ruang pamer bernama Yunnan International Coffee Exchange.
Ada beberapa kopi dari Meksiko, Ekuador, Rwanda, Brazil, Kolumbia, dan China sendiri. Sayangnya Indonesia yang juga terkenal karena cita rasa kopinya tidak tampak di ruang pajang berlevel internasional.
"Karena itulah, kami ingin hadir di situ untuk turut meramaikan persaingan kopi di China," ujarnya.
Mengutip data dari Asosiasi Kopi Guangzhou, Firman menyebutkan bahwa permintaan kopi di China mencapai 300.000 ton per tahun.
"Sementara petani domestik hanya bisa memenuhi 130.000 ton per tahun. Jadi masih ada 170.000 ton potensi impor. Ini peluang bagi kita," katanya.
JCBC bukan hanya pasar kopi biasa, melainkan juga ajang berkumpulnya para peritel, pebisnis, dan investor kopi di China.