Surabaya (Antara Jatim) - Ketua Walaka Parisada Hindu Dharma Jawa Timur Nyoman Sutantra berharap pawai Ogoh-ogoh yang berlangsung serentak bagi umat Hindu di Indonesia menjelang Hari Raya Nyepi, Senin, dapat menumbuhkan toleransi bagi seluruh umat manusia.
"Arak-arakan Ogoh-ogoh adalah simbol menghilangkan kejahatan pada diri kita," terangnya, di sela prosesi pembakaran Ogoh-ogoh di Pura Segaran, Surabaya, Senin malam.
Ogoh-ogoh dari Pura Segaran sebelumnya diarak keliling kawasan Kenjeran, Surabaya, mulai pukul 16.00.
Masyarakat Kota Surabaya tampak antusias menyaksikan arak-arakan tersebut. Jalan-jalan yang menjadi rute arak-arakan Ogoh-ogoh di wilayah Kenjeran hampir tertutup oleh warga sekitar maupun wisatawan yang memang secara khusus datang untuk menyaksikan.
Ada 11 Ogoh-ogoh dari kelompok umat Hindu asal Surabaya dan Sidoarjo yang diarak keliling Kenjeran. "Juga ada Ogoh-ogoh yang dari Bali," ucap Nyoman.
"Mestinya umat Hindu dari Gresik juga bergabung di sini. Tapi belakangan mereka menyatakan ingin menggelar pawai sendiri di Gresik," ujarnya.
Nyoman menggambarkan betapa Ogoh-ogoh diarak dengan gembira. "Masyarakat yang menyaksikan juga senang terhibur," ungkapnya.
Artinya, Nyoman menjelaskan, Ogoh-ogoh yang merupakan simbol kejahatan, masyarakat berupaya menghilangkannya dengan senang hati.
"Lihatlah, wujud Ogoh-ogoh itu kan semuanya menyeramkan, simbol kejahatan. Kita mengaraknya dengan gembira. Setelah itu diarak kembali ke pura ini untuk dibakar. Kita dengan senang hati menghilangkan kebencian dalam diri kita," tuturnya.
Karena memang pada intinya, lanjut Nyoman, arak-arakan Ogoh-ogoh adalah proses menuju toleransi.
"Ogoh-ogoh itu simbol untuk membersihkan kejahatan-kejahatan dari hati. Dendam dan benci di hati kita hilangkan," jelasnya.
Dia meyakini toleransi timbul kalau hati setiap orang bersih. "Kalau hati kita tidak bersih tidak akan timbul toleransi. Karenanya perayaan arak-arakan Ogoh-ogoh ini adalah momen untuk menumbuhkan toleransi," imbuhnya. (*)
Video oleh: Hanif N