Surabaya (Antara Jatim) - Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Djarwo
Surjanto bersama istrinya Mieke Yolanda, tersangka dugaan pungutan liar
(pungli) terkait "dwelling time" atau lamanya waktu bongkar muat di
Pelabuhan Tanjung Perak mengajukan penahanan kota.
"Pengajuan penahanan kota bagi keduanya sudah kita layangkan ke Kejaksaan Agung," terang Kuasa Hukum Abdul Salam, saat mendampingi kedua kliennya itu menjalani pelimpahan berkas perkara tahap II dari Mabes Polri ke Kejari Tanjung Perak di Surabaya, Kamis.
Salam beralasan pengajuan tahanan kota bagi kedua kliennya itu demi kemanusiaan. "Pak Djarwo dan Bu Mieke menjalani pelimpahan tahap II sekarang ini dalam keadaan sakit. Selain itu usia keduanya memang sudah sepuh," katanya.
Khususnya Djarwo, dikatakan Salam, saat ini sudah berusa 76 tahun. "Beliau mengalami kejang saat menjalani penahanan selama 1,5 bulan di Mabes Polri, setelah itu dibantarkan ke rumah sakit," ujarnya.
Sedangkan Mieke, menurut dia, penahannya telah ditangguhkan setelah ditahan 30 hari di Mabes Polri karena sudah tua dan sakit-sakitan.
Salam tidak merinci secara pasti sakit yang diderita Djarwo maupun Mieke. Dia hanya menyebut Djarwo saat dibantarkan di rumah sakit di Jakarta baru saja menjalani pemotongan usus.
"Kata dokter harus banyak-banyak beristirahat agar tidak stress. Kalau mengalami depresi, seperti yang terjadi saat menjalani masa penahanan di Mabes Polri, beliau akan mengalami kejang," ucapnya.
Sebagai bahan pertimbangan yang telah diajukannya ke Kejaksaan Agung, Salam menyebut Djarwo telah memimipin PT Pelindo III selama 37 tahun.
"Selama kepemimpinannya itu Pak Djarwo telah memberikan aset sebesar Rp1 triliun lebih bagi negara. Mudah-mudahan itu bisa menjadi pertimbangan kebijakan bagi kejaksaan dalam mengabulkan pengajuan penahanan kota," tuturnya.
Salam menegaskan, pengajuan penahanan kota yang telah dilayangkannya ke Kejaksaan Agung, menyusul pelimpahan berkasnya ke Kejari Tanjung Perak untuk kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya itu tak hanya untuk Djarwo, melainkan juga untuk istrinya.
Terkait pendampingan hukum bagi Djarwo dan Mieke, Salam mengatakan akan mengikuti proses hukum.
"Pak Djarwo dan Bu Mieke ini kan dituduh melakukan pemerasan dalam dugaan pungli `dwelling time`. Dijerat Pasal 368 KUHP. Nanti biar pengadilan yang membuktikan semuanya. Supaya perkara ini jelas dan segera mendapat kepastian hukum," ungkapnya.
Sebelumnya, Salam menambahkan, Djarwo dan Mieke juga disangka melakukan korupsi. "Tapi untuk tuduhan korupsi ini selama proses penyidikan di Mabes Polri tidak terbukti," imbuhnya. (*)
"Pengajuan penahanan kota bagi keduanya sudah kita layangkan ke Kejaksaan Agung," terang Kuasa Hukum Abdul Salam, saat mendampingi kedua kliennya itu menjalani pelimpahan berkas perkara tahap II dari Mabes Polri ke Kejari Tanjung Perak di Surabaya, Kamis.
Salam beralasan pengajuan tahanan kota bagi kedua kliennya itu demi kemanusiaan. "Pak Djarwo dan Bu Mieke menjalani pelimpahan tahap II sekarang ini dalam keadaan sakit. Selain itu usia keduanya memang sudah sepuh," katanya.
Khususnya Djarwo, dikatakan Salam, saat ini sudah berusa 76 tahun. "Beliau mengalami kejang saat menjalani penahanan selama 1,5 bulan di Mabes Polri, setelah itu dibantarkan ke rumah sakit," ujarnya.
Sedangkan Mieke, menurut dia, penahannya telah ditangguhkan setelah ditahan 30 hari di Mabes Polri karena sudah tua dan sakit-sakitan.
Salam tidak merinci secara pasti sakit yang diderita Djarwo maupun Mieke. Dia hanya menyebut Djarwo saat dibantarkan di rumah sakit di Jakarta baru saja menjalani pemotongan usus.
"Kata dokter harus banyak-banyak beristirahat agar tidak stress. Kalau mengalami depresi, seperti yang terjadi saat menjalani masa penahanan di Mabes Polri, beliau akan mengalami kejang," ucapnya.
Sebagai bahan pertimbangan yang telah diajukannya ke Kejaksaan Agung, Salam menyebut Djarwo telah memimipin PT Pelindo III selama 37 tahun.
"Selama kepemimpinannya itu Pak Djarwo telah memberikan aset sebesar Rp1 triliun lebih bagi negara. Mudah-mudahan itu bisa menjadi pertimbangan kebijakan bagi kejaksaan dalam mengabulkan pengajuan penahanan kota," tuturnya.
Salam menegaskan, pengajuan penahanan kota yang telah dilayangkannya ke Kejaksaan Agung, menyusul pelimpahan berkasnya ke Kejari Tanjung Perak untuk kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya itu tak hanya untuk Djarwo, melainkan juga untuk istrinya.
Terkait pendampingan hukum bagi Djarwo dan Mieke, Salam mengatakan akan mengikuti proses hukum.
"Pak Djarwo dan Bu Mieke ini kan dituduh melakukan pemerasan dalam dugaan pungli `dwelling time`. Dijerat Pasal 368 KUHP. Nanti biar pengadilan yang membuktikan semuanya. Supaya perkara ini jelas dan segera mendapat kepastian hukum," ungkapnya.
Sebelumnya, Salam menambahkan, Djarwo dan Mieke juga disangka melakukan korupsi. "Tapi untuk tuduhan korupsi ini selama proses penyidikan di Mabes Polri tidak terbukti," imbuhnya. (*)