Jombang (Antara Jatim) - Istri almarhum Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah Wahid meminta semua pihak bisa menahan diri serta tidak mudah terprovokasi pada berbagai masalah.
Ia mengatakan, masyarakat harus berhati-hati, terlebih lagi yang menyangkut situasi konfrontatif politik di Jakarta. Ia mewanti-wanti agar zetiap orang bisa menahan emosi dan tidak terprovokasi.
"Jangan sampai kita bersikap frontal. Harus tabayyun dulu," katanya saat menghadiri acara Imlek 2568 dengan puluhan umat beragama di rumah pribadi, Jalan Juanda Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Minggu.
Menurut Sinta, warisan pluralisme Gus Dur saat ini mendapat tantangan luar biasa. Kepentingan politik saat ini begitu menonjolkan kebencian, jauh dari cita-cita luhur pendiri bangsa.
Ia mengatakan, setiap perbedaan perlu dihormati dan jangan sampai membuat bangsa ini semakin terpecah belah. Bahkan, sebelum meninggal, Gus Dur mewanti-wanti agar persatuan dan kesatuan bangsa harus didahulukan.
Sementara itu, Willy Sugianto, sesepuh Tionghoa Jombang, mengatakan peran Gus Dur dalam dinamika etnis Tionghoa Indonesia juga sangat besar. Di zaman Gus Dur, sapaan akrab mantan Presiden ke-4, banyak regulasi diputuskan, salah satunya terkait dengan diskriminasi.
"Pada era Presiden Abdurrahman Wahid berbagai regulasi diskriminatif dicabut. Belenggunya dibuka. Tionghoa berhutang banyak pada Gus Dur," terang pria yang juga berprofesi sebagai dosen itu.
Imlek tahun ini, lanjut dia, dilaksanakan dalam suasana Indonesia yang penuh dengan intrik politik yang berpotensi memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa. Ia berharap, hal itu tidak memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Suster Margaretha dari pemeluk Katolik Jombang menambahkan jasa Gus Dur bagi demokrasi Indonesia juga sangat besar. Bahkan, kelompok yang selama ini tertindas mendapat pembelaan Gus Dur. Dia berharap peristiwa kelam masa lalu tersebut tidak lagi terjadi.
"Saya punya banyak teman dengan pengalaman buruk selama Orde Baru, maupun Peristiwa 1965," kata suster senior ini.
Sementara itu, panitia acara ini, Aan Anshori mengatakan, kegiatan ini sengaja digelar. Ia berharap, dengan adanya acara ini, bisa mendorong serta meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga keragaman di Tanah Air.
"Kami ingin publik mengetahui pentingnya menjaga keragaman yang ada. Karena bagaimanapun, sejarah peradaban Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kontribusi etnis Tionghoa," kata Aan.
Dalam acara ini, selain dihadiri Bu Sinta Nuriyah, juga puluhan warga. Selain dari kalangan Tionghoa juga terdapat peserta dari beragam latar belakang agama.
Acara ini diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama, sambutan, dan diakhiri dengan doa bersama enama agama lalu ditutup dengan menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa dan Padamu Negeri. (*)