Madiun (Antara Jatim) - Pemeritah Kabupaten (Pemkab) Madiun, Jawa Timur menutup usaha pengolahan dan pemurnian Pasir (pencucian pasir) Sido Makmur di Desa Sangen, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun karena ilegal.
Kepala Bidang Penanaman Modal, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Madiun Agung Budiarto Selasa mengatakan, teknis penutupan telah dilakukan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja setempat.
"Penutupan sementara dilakukan karena usaha pencucian pasir tersebut terbukti tidak memiliki izin usaha pertambangan operasi produksi khusus pengolahan dan pemurnian (IUP OPK). Sehingga statusnya ilegal," ujar Agung Budiarto kepada wartawan.
Menutut dia, status ilegal dan keputusan penutupan sementara terhadap usaha pencucian pasir tersebut dilakukan setelah pihaknya berkoordinasi dengan Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) Jawa Timur. Hasilnya usaha tersebut memang belum memiliki izin.
Hasil survei, usaha Sido Makmur yang dikelola oleh Ernes Suyono tersebut hanya memiliki IUP Produksi. Izin bernomor P2T/27/15.2/V/2016 tersebut adalah milik Bambang Suprapto selaku pengusaha tambang galian C di Desa Bader, Kecamatan Dolopo.
Keduanya lalu bekerja sama dan izin tersebut digunakan Ernes Suyono untuk membuka lokasi pencucian pasir di luar lokasi IUP Produksi yang dikelola Bambang.
"Jika pencucian pasir berada di lokasi IUP produksi, maka tidak perlu mengajukan IUP OPK. Namun, pada kasus ini, usaha pencucian tersebut sudah keluar dari lokasi IUP Produksi. Jadi, harus dilengkapi IUP OPK," kata dia.
Karena itu, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Madiun masih memberikan kelonggaran dengan meminta pengelola Sido Makmur segera mengurus IUP OPK yang diterbitkan P2T Jawa Timur. Selama menunggu pengurusan izin, lokasi pencucian pasir di tepian Jalan Madiun–Ponorogo itu akan ditutup sementara.
Namun, lanjut Agung, jika masyarakat terdampak limbah pencucian pasir tetap mendesak penutupan permanen, maka pemkab tidak dapat berbuat banyak. Karena izin dari masyarakat menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan izin dari pemerintah.
"Selama ini, usaha pencucian pasir tersebut juga diprotes warga sebab limbahnya dibuang ke Kali Brangkal yang ternyata merupakan sumber pengairan petani di tujuh desa setempat," katanya.
Sisi lain, pengusaha Sido Makmur juga harus menyertakan bukti sewa lahan dengan PT Kereta Api Indonesia. Hal itu karena sebagian dari tanah seluas 400 meter persegi yang digunakannya usaha itu merupakan milik BUMN tersebut.
Ia menambahkan, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Madiun untuk menentukan standardisasi penerbitan izin pengelolaan lingkungan. Tujuannya agar pengusaha dapat mengetahui Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL–UKL).
"Karena beda usaha, beda pula standardisasi UKL–UPL-nya. Sehingga diharapkan kasus serupa tidak terulang lagi. Sebab, dimungkinkan banyak usaha pencucian pasir di Madiun yang belum memiliki izin," katanya. (*)