Malang, (Antara Jatim) - Pungutan pajak tempat indekos atau kos-kosan di wilayah Kota Malang tidak bisa optimal karena masih terhambat peraturan, yakni Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang Ade Herawanto mengakui menetapkan penarikan pajak kos-kosan berdasarkan omzet masih sulit direalisasikan, sehingga sistemnya masih tetap mengacu pada jumlah kamar minimal yang dikelola pemilik.
"Penetapan tarif pajak kos-kosan masih seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni berdasarkan jumlah kamar. Keinginan kami ya berdasarkan omzet, tetapi itu tidak bisa kami realisasikan karena adanya UU No 28 Tahun 2009 tersebut," kata Ade di Malang, Jawa Timur.
Selama ini, kata Ade, yang tergolong wajib pajak (WP) untuk sektor kos-kosan (hunian) hanyalah pengusaha kos dengan kamar minimal 10 unit. Sesuai Perda, pajak kos-kosan masuk kategori pajak hotel, dengan catatan nilai pajak 5 persen.
Berbeda dengan hotel yang terkena pajak 10 persen. Penghitungan pembayaran juga tidak berubah, yakni manual dilakukan pemilik usaha kos, sementara di hotel sudah menggunakan penghitungan "online".
Sebenarnya, lanjut Ade, penentuan WP berdasarkan jumlah kamar kurang adil karena banyak kos-kosan yang omzetnya cukup tinggi, meski jumlah kamar yang dimiliki tidak sampai 10. Contohnya, ada pemilik kos-kosan yang jumlah kamarnya hanya 9 unit, tapi harga sewa per kamar sangat mahal dengan fasilitas seperti hotel.
"Omzet kamar mahal ini kan lebih besar dibanding yang jumlah kos-kosannya 10 atau 11, tetapi harga sewa per tahunnya jauh lebih kecil dibanding yang sembilan kamar tersebut. Tapi mau bagaimana lagi UU-nya sudah menetapkan seperti itu," kata Ade.
Sejumlah kawasan di Kota Malang menjadi sentra kos-kosan karena banyaknya perguruan tinggi yang ada di wilayah itu, seperti di kawasan Dinoyo dan Tlogomas. Di wilayah itu ada sejumlah kampus besar berdiri megah, seperti kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Selain itu, ada juga kampus Universitas Islam Malang (Unisma), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki), Institute Teknologi Nasional (ITN), Universitas Tribhuana Tungga Dewi, Universitas Gajayana, serta beberapa sekolah tinggi perawat swasta. (*)
Pungutan PajakTempat Indekos Kota Malang Terhambat UU
Kamis, 19 Januari 2017 16:28 WIB