Amat menyedihkan. Begitulah gambaran peringatan Hari Pahlawan 10 November 2016, mengingat bangunan Cagar Budaya (BCG) Rumah Radio Perjuangan Bung Tomo di Jalan Mawar 10-12 Surabaya telah dibongkar secara sepihak hingga rata dengan tanah pada 3 Mei 2016.
Bagaimana penyelesaian kasus pembongkaran BCG Rumah Radio Perjuangan Bung Tomo hingga kini belum jelas. Sejumlah warga yang tergabung dalam Komunitas Bambu Runcing Surabaya ( KBRS) terus mendesak penyelesaian kasus BCG Rumah Radio Perjuangan Bung Tomo.
Mereka terus berjuang tidak hanya melakukan demonstrasi maupun sekadar aksi teatrikal di Balai Kota Surabaya maupun gedung DPRD Surabaya, melainkan mereka juga menggelar upacara memperingati Hari Sumpah Pemuda di depan Rumah Radio Bung Tomo, Jalan Mawar 10, Surabaya, Jumat (28/10).
Selain upacara, mereka juga menggelar orasi serta menyerahkan surat tembusan pelaporan PT. Jayanata ke Polda Jatim sebagai dalang perusakan bangunan cagar budaya. Upacara itu sebagai bukti perlawanan rakyat terhadap penghancuran cagar budaya Rumah Radio Bung Tomo yang dinilai kurang mendapat perhatian serius dari pemkot maupun penegak hukum lainnya. Tidak hanya persoalan revitalisasi yang masih mengambang, juga belum ada bentuk sanksi hukum yang diberikan para pembongkar bangunan cagar budaya itu.
Jauh sebelum upacara digelar, Pemerintah Kota Surabaya juga telah menggelar Seminar Pelestarian Bangunan Cagar Budaya Rumah Radio Perjuangan Bung Tomo di Graha Sawunggaling, Rabu (28/9). Pemkot Surabaya mengaku kesulitan mencari referensi gambar bangunan untuk revitalisasi Bangunan Cagar Budaya (BCG) Rumah Radio Perjuangan Bung Tomo.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berjanji Pemkot Surabaya siap mengembalikan bangunan seperti aslinya, apabila rumah radio Bung Tomo, masuk bangunan cagar budaya kategori A. Begitu juga dengan kategori B, Pemkot juga siap mengembalikan separuh bangunan bersejarah tersebut.
Namun masalahnya, pemkot tidak mempunyai referensi bentuk bangunan aslinya. Bahkan arsip pemkot berdasarkan pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB), bentuknya juga telah berubah berbeda dengan aslinya.
Risma menjelaskan sebenarnya ada dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang bisa dijadikan acuan yaitu IMB pada tahun 1975 dan tahun 1996. Sayangnya, bangunan yang tersisa sudah jauh berbeda dengan dua IMB itu. Jika mengacu IMB 1975 sisa-sisa bangunan yang ada hampir tidak ada, dimana sudah ada perubahan baik bentuk, denah maupun bahan materiil yang digunakan.
Begitu juga ketika Pemkot Surabaya ingin menggunakan referensi IMB tahun 1996, pihaknya juga mengalami kesulitan karena kondisi bangunan sudah banyak yang berubah.
Pada tahun 1975 dikeluarkan IMB dengan denah bangunan sudah direnovasi, modelnya seperti trend bangunan pada tahun itu. Kemudian pada tahun 1996, diajukan lagi IMB ke pemkot yang bentuk bangunannya juga berubah separuh menyesuaikan trend model tahun 1996-an, itupun hanya tampak dari luar dan luasnya juga tidak sama.
Risma berharap mendapatkan masukan yang bisa dijadikan rujukan ketika akan membangun ulang bekas rumah radio perjuangan Bung Tomo. Kalaupun saat ini masalah tersebut sudah ditangani Polrestabes Surabaya itu masalah yang lain.
Kepala Cagar Budaya Jatim Andi Muhammad Said disela seminar menyimpulkan, berdasarkan data gambar IMB yang dikeluarkan oleh Pemkot Surabaya pada 1975, telah mengalami perubahan bentuk denah serta wajah bangunan.
Ia menyebut bangunan yang pernah digunakan oleh Bung Tomo sebagai rumah radio perjuangan telah mengalami perubahan atau tidak asli lagi pada saat ditetapkan sebagai benda Cgar Budaya sesuai dengan SK Wali Kota Surabaya No : 188.45/251/402.1.04/1996.
Said menyatakan kesulitan Pemkot dalam mengembalikan bangunan cagar budaya eks rumah radio perjuangan Bung Tomo di Jalan Mawar 10-12 Surabaya itu dianggap wajar, mengingat pemkot sudah tidak memiliki referensi bentuk bangunan aslinya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Pemuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Harry Widianto. Ia mengatakan Pemkot Surabaya tidak memiliki referensi bangunan bersejarah untuk membangun kembali, maka alternatifnya bisa membangun museum.
Memang upaya Pemkot Surabaya untuk merevitalisasi bangunan cagar budaya rumah radio perjuangan Bung Tomo di Jalan Mawar No. 10-12 itu tidak mudah. Apalagi Pemkot telah mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan sebanyak tiga kali, yaitu pada tahun 1975, 1996 dan terbaru pada bulan Maret 2014.
Sementara itu, hasil gelar perkara kasus pembongkaran rumah radio Bung Tomo yang digelar Polrestabes Surabaya menyebutkan polisi sebagai koordinator pengawas melimpahkan kasus ini ke Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pemkot Surabaya. Hanya saja hingga saat ini belum ada hasil penyelidikan yang dilakukan PPNS terkait kasus tersebut.
Putra Bung Tomo, Bambang Sulistomo menegaskan pembongkaran bangunan tersebut jelas-jelas sebagai upaya untuk menghilangkan sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
Bambang meminta pihak-pihak yang terlibat untuk segera diusut oleh pihak berwajib karena memang masuk ranah pidana. Ia meminta agar segera dilakukan pembangunan kembali rumah Bung Tomo secepatnya. Soal siapa yang membangun, tidak menjadi masalah karena yang penting jangan sampai terkatung-katung.
Pegiat cagar budaya dan salah satu koordinator KBRS, AH. Thony menilai pemkot terkonsentrasi bahwa Jayanata yang harus merekonstruksi. Tapi perizinannya belum dicabut, dan lahan itu belum dibeli. Thony juga berpendapat, pemerintah seharusnya punya kewenangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 88 Ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Pasal itu berbunyi, pemerintah daerah dapat menghentikan pemanfaatan atau membatalkan izin pemanfaatan Cagar Budaya, apabila pemilik yang menguasai terbukti merusak atau menyebabkan rusaknya Cagar Budaya.
Untuk itu, AH. Thony akan terus konsisten menggerakkan masyarakat agar lebih peduli melalui petisi. Ia akan kembali mengingatkan, masalah cagar budaya ini belum tuntas. Arek-Arek Suroboyo harus berjuang keras untuk membangun kembali rumah radio itu, sekaligus mendesak proses hukum kasus perusakannya. Rumah Radio Bung Tomo seakan menagih semangat Arek-Arek Suroboyo yang dulu pernah dipidatokan.... (*)
Untuk itu, AH. Thony akan terus konsisten menggerakkan masyarakat agar lebih peduli melalui petisi. Ia akan kembali mengingatkan, masalah cagar budaya ini belum tuntas. Arek-Arek Suroboyo harus berjuang keras untuk membangun kembali rumah radio itu, sekaligus mendesak proses hukum kasus perusakannya. Rumah Radio Bung Tomo seakan menagih semangat Arek-Arek Suroboyo yang dulu pernah dipidatokan.... (*)