Blitar (Antara Jatim) - Para siswa yang mengikuti ujian nasional (UN) di Kota Blitar, Jawa Timur, mengenakan pakaian zaman dulu yang terdiri dari baju kebaya (untuk perempuan) serta beskab untuk siswa.
Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar mengemukakan baju yang dikenakan anak-anak saat ujian memang bukan seragam sekolah. Salah satunya, karena kegiatan ujian bertepatan dengan peringatan HUT ke-110 Kota Blitar.
"Selama tujuh hari itu memang saya wajibkan memakai baju jadul termasuk anak-anak SMA sederajat yang hari ini melaksanakan ujian nasional," katanya kepada wartawan di Blitar, Senin.
Namun, ia menegaskan dalam ujian yang dibutuhkan adalah hasil dan bukan hanya karena seragam. Untuk itu, sekolah dipersilakan untuk anak-anak mengenakan baju yang bukan seragam. Selain sekolah, instansi di Kota Blitar juga mengenakan baju yang sama, baju jadul.
Wali Kota juga menegaskan, pemakaian baju jadul tersebut tidak berniat melanggar pakem dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan saat pelaksanaan UN.
"Dalam ujian nasional yang terpenting adalah hasil, yang penting hasilnya bagus," katanya.
Wali Kota Blitar memantau kegiatan UN salah satunya di SMAN I Blitar. Wali Kota ingin memastikan langsung kegiatan UN berjalan dengan lancar, termasuk ingin mengetahui berbagai persiapan dan kendala yang kemungkinan terjadi.
Namun, dari hasil evaluasi, ternyata kegiatan UN di Kota Blitar berjalan dengan lancar. Dari pihak sekolah tidak mengalami kesulitan berarti, termasuk sekolah yang menyelenggarakan UN berbasis komputer.
Para siswa yang mengikuti UN pun juga terlihat santai. Walaupun mengenakan baju bukan seragam sekolah, mereka juga tetap tenang mengerjakan soal ujian yang diberikan.
Selain murid, baju yang tidak resmi juga dikenakan para guru pengawas. Para guru juga terlihat ketat mengawasi para peserta ujian. Hal itu dilakukan sebagai upaya mengantisipasi hal yang tidak diinginkan salah satunya mencontek.
Di Kota Blitar belum semua sekolah menerapkan ujian berbasis komputer. Secara total, terdapat lebih dari 5.000 peserta ujian baik SMA/SMK. Di kota ini, sebanyak enam sekolah menggunakan sistem komputer serta 21 sekolah ujian manual atau menggunakan kertas. (*)