Ponorogo (Antara Jatim) - Pelaksanaan Festival Reog Nasional yang digelar setiap akhir tahun baru Islam di Ponorogo, Jawa Timur selalu menjadi "ladang" penghasilan bagi seniman-seniman reog lokal Ponorogo, karena jasa mereka banyak dipakai untuk perayaan "suroan", termasuk dalam kegiatan FRN.
"Soal ini yang sekarang kami protes, ternyata memang menjadi ladang panenan para seniman reog di Ponorogo. Itu sebabnya mereka banyak disewa untuk tampil dalam FRN," ungkap Sekjen Paguyupan Reog DKI Jakarta, Agus Setiyoko kepada Antara melalui sambungan telepon, Jumat.
Agus mengaku, pihaknya mendengarkan langsung pengakuan tersebut dari pengamat sekaligus pemilik sanggar reog di Ponorogo yang menjadi dewan juri FRN XXII.
Tidak tanggung-tanggung, informasi yang sempat diperoleh Agus, biaya kontrak sewa satu tim reog yang beranggotakan antara 40-60 seniman bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Fenomena "beli" pemain ataupun tim reog biasanya dilakukan sejumlah kontingen/delegasi reog luar daerah untuk alasan efisiensi biaya, selain memang alasan keterbatasan sumber daya seniman.
"Kontingen DKI atau jabodetabek saja untuk biaya latihan-latihan sebanyak 15 kali, perlengkapan, akomodasi, serta transportasi dua bis seluruhnya menghabiskan anggaran lebih dari Rp200 juta. Konon yang 'beli' malah nilainya lebih dari dua mobil kijang inova," ungkapnya berkonotasi.
Dikonfirmasi mengenai fenomena sewa atau beli jasa seniman reog lokal Ponorogo untuk mewakili delegasi reog luar daerah itu juga diakui tokoh budayawan reog di Kabupaten Ponorogo, Ahmad Tobroni.
Seniman reog sepuh yang ikut menggagas penyelenggaran FRN sejak 1993 itu bahkan mengatakan tradisi pemaiakan seniman-seniman lokal untuk melengkapi formasi tim reog luar daerah sudah menjadi tradisi sejak dulu, dan menurutnya itu sah-sah saja demi melancaran FRN.
"Kalau sampai (pakai) satu tim penuh kami belum tahu ya. Nanti rencananya masalah ini akan dievaluasi dulu dengan mengamati seluruh tayangan ulang penampilan 40 peserta FRN XXII," ujarnya.
Beberapa warga lokal Ponorogo yang juga aktif menyaksikan pagelaran FRN mengatakan, rumor penggunaan jasa seniman lokal untuk mengisi delegasi reog luar daerah sudah menjadi "rahasia umum".
Mereka bahkan membenarkan bahwa ajang FRN menjadi ajang "panen raya" para seniman reog Ponorogo karena biasanya banyak dipakai/disewa untuk melengkapi formasi tim reog dari luar Ponorogo, atau bahkan mewakili secara keseluruhan tim.
"Sayang memang, karena harusnya FRN ini menjadi ajang kompetisi budaya reog dengan kekhasan masing-masing setelah berakulturasi dengan dengan budaya daerah asal. Tapi faktanya begitu (menggunakan seniman lokal Ponorogo) jadi mau bagaimana," sesal Putra, salah seorang pengamat seni budaya reog asal Ponorogo. (*)
FRN Menjadi "Ladang" Penghasilan Seniman Lokal Ponorogo
Jumat, 23 Oktober 2015 20:12 WIB
"Kontingen DKI atau jabodetabek saja untuk biaya latihan-latihan sebanyak 15 kali, perlengkapan, akomodasi, serta transportasi dua bis seluruhnya menghabiskan anggaran lebih dari Rp200 juta. Konon yang 'beli' malah nilainya lebih dari dua mobil kijang inova," ungkapnya berkonotasi.