Ngawi (Antara Jatim) - Sejumlah pedagang tahu di Pasar Besar Ngawi, Jawa Timur, mengeluhkan tingginya harga kedelai impor yang berdampak pada omzet usaha mereka.
Saeorang pedagang tahu di Pasar Besar Ngawi , Bambang, Rabu, mengatakan, kenaikan harga kedelai akibat dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah berimbas pada penjualan tahu yang telah ia lakoni selama ini.
"Mahalnya harga kedelai sebagai bahan baku tahu membuat perajin mengurangi ukuran tahu produksinya. Akibatnya, pembelian menurun hingga 10 persen karena konsumen tidak puas dengan ukuran tahu yang kecil," ujar Bambang kepada wartawan.
Menurut Bambang, sebelum ada kenaikan harga kedelai impor, ukuran tahu yang dijualnya mencapai lebar 3,5 centimeter dan panjang 11 centimeter.
"Sekarang, ukurannya diperkecil menjadi lebar 3 centimeter dan panjang 10 centimeter. Ibu-ibu yang belanja di pasar banyak yang protes dan akhirnya batal beli," katanya.
Ia tidak dapat menaikkan harga jual tahunya karena takut semakin membuat dagangannya tidak laku. Meski demikian, ia tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya mengikuti pasar.
Hal yang sama dialami oleh penjual tempe di pasar setempat, Sini. Ia mengaku terpaksa menaikkan harga jual tempenya karena harga kulakan sudah tinggi akibat mahalnya biaya produksi tempe.
"Sebelum harga kedelai tinggi, harga jual tempe mencapai Rp3.500 per kotaknya. Saat ini, naik menjadi Rp4.000 per kotak," kata Sini.
Akibat kenaikan harga tersebut, penjualannya tempenya turun drastis. Biasanya ia bisa menjual lebih dari 100 kotak, kini hanya laku 50 hingga 75 kotak saja setiap harinya.
Seperti diketahui, sebulan ini harga kedelai impor terus naik akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Harga kedelai impor di pasaran saat ini mencapai Rp8.700 per kilogram, padahal sebelumnya hanya mencapai Rp6.800 per kilogram.
Kondisi tersebut tidak hanya dikeluhkan oleh para pedagang tahu dan tempe namun juga perajinnya yang terimbas langsung pada biaya produksi. (*)