Trenggalek (Antara Jatim) - Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur berencana mengalihkan arus lalu lintas dari Tulungagung maupun Trenggalek yang melewati dua titik konsentrasi perayaan Lebaran Ketupat di Durenan dan Kelutan, untuk meminimalkan risiko kemacetan.
"Sesuai hasil rapat koordinasi kami (kepolisian) dengan dishubkominfo, arus dialihkan melalui jalur alternatif untuk menghindari penumpukan kendaraan di titik-titik rawan macet," kata Kasubbag Humas Polres Trenggalek, AKP Adit Suparno di Trenggalek, Rabu.
Jalur alternatif yang disediakan itu, berdasar paparan Adit, sedianya akan melalui jalan perkampungan.
Kebijakan itu berlaku di dua titik rawan macet di jalan raya Durenan serta Jalan Raya Sokearno Hatta, Kelurahan Kelutan, Kota Trenggalek.
Kendaraan yang diharuskan melalui kedua jalur alternatif itu khususnya diperuntukkan bagi kendaraan roda empat atau lebih, termasuk angkutan bus umum, serta truk.
"Khusus untuk wilayah Trenggalek, semua jenis kendaraan besar terurtama truk bahkan dilarang masuk kota. Harus melalui jalur memutar sejauh delapan kilometer," kata Adit.
Ia mengatakan, rekayasa arus lalu lintas itu berlaku mulai pagi pukul 08.00 WIB hingga sore sekitar pukul 15.00 WIB.
Pengalihan arus lalu lintas dilakukab karena diperkirakan volume pengunjung Lebaran Ketupat yang memenbuhi ruas jalan raya Durenan dan Soekarno-Hatta, Trenggalek diperkirakan mencapai ribuan dan mencapai puncaknya pada pukul 09.00 WIB hingga 13.00 WIB.
Sesuai kesepakatan alim ulama setempat, Lebaran Ketupat yang sesuai ketentuan digelar pada H+8 Hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriah jatuh pada Jumat (24/7).
Pelaksanaan Lebaran Ketupat dirayakan masyarakat Trenggalek setelah menunaikan ibadah sunah puasa Syawal selaman enam hari berturut, terhitung mulai H+2 Idul Fitri 1436 Hijriah yang jatuh pada Jumat (17/7).
Dalam sejarahnya, Lebaran Ketupat Durenan telah berusia sekitar dua abad lebih.
Tradisi Lebaran Ketupat yang berkembang sejak zaman Kerajaan Islam pertama di Jawa, Kerajaan Demak, yang disebarkan oleh seorang tokoh Islam asal Arjosari, Pacitan yang bermukim di daerah Durenan, Trenggalek, KH Abdul Masyir atau Mbah Mesir pada pertengahan abad 18 Masehi.
Saat itu, Mbah Mesir yang menjadi pemuka agama Islam dan panutan kaum muslim di pesisir selatan Jatim selalu menjalankan ibadah sunah puasa syawal selama enam hari berturut, terhitung pada H+2 Hari Raya Idul Fitri dengan melakukan tirakatan bersama di pendopo Kabupaten Trenggalek.
Selesai menjalankan ibadah sunah puasa syawal, Mbah Mesir lalu pulang ke Pondok Pesantren Babul Ulum yang diasuhnya di Desa Durenan, Kecamatan Durenan dan merayakan Lebaran Ketupat bersama seluruh santri, sanak saudara, serta warga sekitar.
Ajaran KH Abdul Masyik itu selanjutnya diikuti oleh para pengikut serta sanak-saudaranya sehingga terus berkembang hingga sekarang. (*)