Tulungagung (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, mengabaikan tawaran investor untuk membangun pasar modern berskala besar (supermarker/hypermarket) dengan sistem BOT (bulid, operate, and transfer) atau pinjam pakai aset lahan daerah, karena yakin bakal terganjal di tingkat DPRD.
"Sistem BOT sulit dilakukan, karena implementasinya memerlukan persetujuan dewan," kata Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo di Tulungagung, Sabtu.
Ia tidak secara lugas menyatakan penolakan tawaran kerjasama investasi dari pihak pengusaha nasional melalui skema BOT tersebut.
Syahri hanya menyatakan bahwa prosedur pelepasan aset daerah untuk dikerjasamakan dengan sistem BOT memerlukan proses panjang dan berbelit, terutama untuk mendapat persetujuan DPRD melalui penetapan peraturan daerah (perda).
Kendati mengakui tawaran kerjasama investasi pasar modern dengan sistem BOT cukup menguntungkan karena daerah berhak atas aset bangunan setelah masa pinjam pakai lahan berdurasi 25 tahun habis, ia mengisyaratkan wacana itu rentan penolakan dari kalangan dewan.
Terlebih, isu politik terkait liberalisasi pembangunan daerah potensial menggelinding liar menjelang pilkada serentak yang diikuti Kabupaten Tulungagung pada 2018 mendatang.
"Saya belum berfikir untuk mengajukan wacana tersebut ke dewan," ujarnya.
Syahri menegaskan, pada dasarnya kebijakan ekonomi yang dia anut dalam membangun Kabupaten Tulungagung memberi "ruang terbuka" bagi masuknya arus investasi nasional maupun asing untuk masuk ke daerah, termasuk di sektor "ritel" atau pasar modern.
Komitmen itu diwujudkan Syahri dengan mempermudah seluruh proses perizinan yang diperlukan/dibutuhkan, hingga berdirinya pasar modern tersebut.
"Silahkan jika swasta ingin masuk ke Tulungagung dan membangun pasar modern besar sekalipun, tapi aset lahannya usahakan sendiri (beli putus), bukan pakai aset daerah dengan sistem BOT tadi," kata Syahri.
(*)