Madiun (Antara Jatim) - Warga Kota Madiun, Jawa Timur, menggelar "megengan" dengan menukar makanan sebagai tradisi dalam menyambut Ramadhan.
"Dalam selamatan itu, selain melantunkan ayat-ayat suci Al Quran, juga menukarkan sebuah berkat makanan yang dibawa oleh masing-masing kepala keluarga di mushalla," ujar Ketua RT 10/RW 1, Kelurahan Nambangan Kidul, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Mbah Wandi, Rabu.
Selamatan "megengan" dilakukan selepas Magrib di masing-masing masjid atau mushalla yang ada di tiap rukun tetangga (RT) yang tersebar di seluruh wilayah Kota Madiun.
"Tujuannya adalah bersyukur atas berkah bulan Ramadhan yang suci dan mohon lindungan Allah SWT untuk lancar dalam menjalankan puasa dan semua urusan keluarga," katanya.
Menurut dia, selamatan megengan tersebut rutin dilakukan sehari sebelum Ramadhan. Sebuah berkat makanan yang dibawa oleh masing-masing keluarga bervariasi sesuai dengan kemampuan.
"Kalau dulu, megengan harus ada jajanan apem, namun seiring kemajuan zaman, jajanan apem sudah jarang yang membuatnya, sehingga makanan apa saja bisa untuk megengan," terang dia.
Waktu untuk selamatan juga relatif singkat. Sebelum Shalat Isya sudah harus selesai, karena masyarakat akan langsung menjalankan Shalat Tarawih.
Pihaknya bersyukur tradisi megengan masih dilakukan pada hampir semua wilayah di Kota Madiun, sebab tradisi tersebut terancam pudar seiring kemajuan zaman.
Salah satu warga RT setempat, Sony Sugiarto, mengaku senang dengan tradisi megengan. Selain untuk menyiapkan diri menyambut Ramadhan, selamatan megengan juga merupakan acara silaturahim dengan warga satu RT.
"Biasanya kita sibuk sendiri-sendiri sehingga jarang bersosialisasi dengan tetangga. Dengan selamatan megengan bisa berkumpul," kata dia.
Pewarta Antara melaporkan tradisi serupa juga masih ada di Kota Surabaya, namun sebagian warga di Kota Pahlawan mengantarkan makanan kepada tetangga dan sebagian warga lainnya menitipkan di mushalla kampung yang dibagikan selepas Shalat Maghrib.
Selain megengan, tradisi lain menjelang Ramadhan yang masih lestari di Kota Madiun adalah nyekar atau berziarah ke makam leluhur dengan membawa bunga untuk ditabur di atas pusara. Makam-makam leluhur itu juga dibersihkan dari rerumputan dan dedaunan.
"Tujuannya adalah mendoakan keluarga yang sudah meninggal agar diberi ketenangan," kata salah saru warga Kelurahan Winongo, Kota Madiun, Suyono.
Tradisi nyekar tersebut berimbas pada kenaikan harga bunga tabur di pasaran karena tingginya permintaan. Pada hari biasa, harga satu tampah bunga tabur berkisar Rp3.000 hingga Rp5.000, namun saat jelang Ramadhan bisa naik hingga Rp10.000 bahkan Rp30.000 per tampah. (*)