Kohati Malang Galang Dukungan Perlindungan Sosial Perempuan
Minggu, 19 April 2015 22:13 WIB
Malang (Antara Jatim) - Korps Himpunan Mahasiswa Islam Wati (KOHATI) HMI Cabang Malang dan Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, menggalang dukungan untuk perlindungan sosial bagi kaum perempuan melalui tanda tangan di atas kain sepanjang 2,5 meter, Minggu.
Koordinator aksi, Yolanda Viola, mengatakan penggalangan dukungan ini tidak hanya sebatas pada tanda tangan saja, tapi juga melakukan aksi simpatik dengan membagikan bunga mawar dan stiker bagi pengguna jalan di sepanjang Jalan Veteran Kota Malang.
"Aksi ini sebagai wujud dan ekspresi kaum perempuan, khususnya KOHATI dalam merayakan Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April ini. Selaibn itu juga sebagai wujud dari tuntutan kami akan perslindungan sosial sebagai perempuan," katanya disela-sela aksi di Jalan Veteran.
Usai berorasi dan membagikan stiker maupun bunga mawar, puluhan anggota KOHATI yang mengenakan kebaya tersebut melanjutkan aksinya dengan "long march" hingga di Jalan Ijen. Di sepanjang jalan, dari Veteran hingga Jalan Ijen yang berjarak sekitar 4 kilometer itu, mereka meminta tanda tangan dukungan dari masyarakat yang dibubuhkan di atas kain sepanjang 2,5 meter tersebut.
Sementara itu para pejalan kaki dan warga yang berkunjung ke Alun-alun Kota Batu juga mendapatkan setangkai bunga mawar serta stiker dari kader dan pengurus Sekolah Perempuan Desa (SPD) Kota Batu, sebagai refleksi Hari Kartini.
Meski puluhan perempuan itu mengenakan kebaya, mereka tetap lincah membentangkan spanduk ukuran besar yang bertiliskan "Perjuangan Kartini melalui Pemenuhan Hak reproduksi dan Kesehatan Seksual Perempuan".
"Perempuan sekarang harus memeiliki tekad dan mengkualitaskan diri seperti RA Kartini karena peran perempuan di semua lini sangat dibutuhkan, mulai dari politik, sosial, budaya hingga agama," kata koordinator aksi SPD Kota Batu, Siti Sulaikhah.
Namun demikian, katanya, kiprah perempuan di luar rumah itu bukan serta merta dan lantas mereka bisa melalaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai perempuan. SPD mengajak semua perempuan Indonesia untuk berjuang bersama memerangi kebodohan dan masih banyak lagi hal yang harus diperjuangkan oleh perempuan, termasuk bagaimana upaya meminimalkan angka kematian ibu melahirkan.
Angka kematian ibu melahirkan di Tanah Air, katanya, masih cukup tinggi. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) 2012 disebutkan, angka kematan ibu melahirkan meningkat, dari 228 per 100 ribu kelahiran menjadi 359 per 100 ribu kelahiran. Dan, angka ini meningkat 57 persen dibanding tahun 2007, yakni 228 per 100 ribu kelahiran.
Sedangkan di Papua, lanjutnya, angka kematian ibu melahirkan mencapai 500 per 100 ribu kelahiran hidup, bahkan angka kematian ibu melahirkan di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. "Kondisi ini sama dengan kondisi kesehatan bayi baru lahir yang juga masih memprihatinkan, yakni 44/1000 kelahiran (data MDG 2010)," katanya.
Ia mengatakan penyebab kematian ibu melahirkan di antaranya adalah akibat pendarahan, infeksi dan tekanan darah tinggi serta kualitas hidup perempuan masih rendah, baik dari segi pendidikan, kesehatan, gizi, pendek dan anemia.
Sementara tuntutan para kader dan pengurus SPD dalam aksi tersebut di antaranya adalah pemerintah wajib memenuhi hak kesehatan reproduksi perempuan, alokasikan APBD untuk pendidikan reproduksi bagi remaja, turunkan angka kematian ibu melahirkan dengan mencegah pernikahan dini, pemerintah wajib meningkatkan pengetahuan dan kesadaran reproduksi perempuan, serta sediakan layanan kesehatan reproduksi murah dan berkualitas.(*)