34 Anjungan Festival "Watu Aji" Bojonegoro Kosong
Kamis, 9 April 2015 14:48 WIB
Bojonegoro (Antara Jatim) - Sebanyak 34 anjungan dari 75 anjungan, yang disediakan Panitia Festival "Watu Aji" Nusantara di di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, kosong tidak ada pesertanya, bahkan sejumlah peserta masih belum hadir," kata Ketua Panitia Festival "Watu Aji" Nusantara di Bojonegoro Wahyu Subakdiono, Kamis.
Menurut dia, sejumlah peserta yang belum bisa hadir pada acara pembukaan, disebabkan masih dalam perjalanan."Banyak peserta dari berbagai daerah yang tidak bisa ikut pameran, karena jadwalnya bersamaan dengan festival "batu akik" di lain daerah," katanya menjelaskan.
Ia juga menyebutkan dua peserta dari luar daerah, yang sudah mendaftar mengundurkan diri, dengan alasan lebih memilih mengikuti festival serupa di lain daerah.
Meski demikian, katanya, peserta yang mengikuti festival "Watu aji", datang dari berbagai daerah, antara lain, Aceh, Kendari, Samarinda, juga berbagai daerah di Jawa Tengah, seperti Pati, Kudus dan Rembang.
Selain itu, lanjut dia, peserta juga ada yang dari lokal daerahnya, dengan menampilkan produksi "batu akik" dari Kecamatan Gondang, Temayang, Kalitidu dan Sekar.
"Di sejumlah daerah di Bojonegoro juga menyimpan potensi "batu akik" yang tidak kalah dengan daerah lainnya," tandasnya.
Pada kesempatan itu, Bupati Bojonegoro Suyoto, yang membuka festival "watu aji" Nusantara, menjelaskan dalam sejarah terjadinya daerahnya, juga Blora, Jawa Tengah, tergolong terlambat dibandingkan dengan daerah lainnya.
"Bojonegoro dan sekitarnya tergolong muda, karena dalam sejarah jutaan tahun lalu merupakan laut dalam," jelasnya.
Namun, menurut dia, karena ada benturan lempengan Australia dengan Pulau Jawa, kemudian muncul daerah Bojonegoro, juga Blora, yang semula laut dalam.
"Kalau saja ada potensi "batu akik", kebanyakan di wilayah selatan yang merupakan daerah pegunungan," tuturnya.
Sebelumnya, Suyoto, menerima cinderamata "batu aswad" dari peserta Aceh, dan melelang "batu akik" asal Desa Njari, Kecamatan Gondang, yang ada gambarnya tokoh pewayangan Semar, seharga Rp3 juta.
"Saya berani membeli Rp3 juta, karena sangat mencintai tokoh Semar," kata Moch. Subekhi, yang juga pemilik restoran MCM di daerah setempat. (*)