MUI Tulungagung Desak Bupati Tutup Prostitusi Terselubung
Sabtu, 14 Februari 2015 14:23 WIB
Tulungagung (Antara Jatim) - Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mendesak pemerintah daerah setempat agar menutup praktik pelacuran terselubung di bekas Lokalisasi Kaliwungu dan Ngujang yang berkedok tempat hiburan maupun usaha warung kopi.
"Surat ini akan kami sampaikan ke bapak bupati dalam waktu dekat," kata Ketua MUI Tulungagung KH Hadi Mahfudz atau Gus Hadi seusai berdialog bersama tokoh ulama dan ormas Islam se-Tulungagung, Sabtu.
Seruan yang dituangkan dalam surat ber-kop MUI Tulungagung itu dibuat setelah lembaga bentukan pemerintah ini melakukan dialog bersama alim-ulama serta tokoh-tokoh ormas setempat, membahas fenomena eks lokalisasi yang tidak sepenuhnya hilang.
Dua lokasi bekas pusat pelacuran terbesar yang telah ditutup oleh Bupati Tulungagung saat itu Heru Tjahjono dan disaksikan sejumlah pejabat Kementrian Sosial RI pada 2011 masing-masing adalah Kaliwungu dan Ngujang.
Menurut Gus Hadi, aktivitas prostitusi yang masih terus berjalan di kedua eks lokalisasi itu menunjukkan mekanisme pengawasan pemerintah lemah.
"Satu-satunya jalan dua tempat itu harus ditutup total," tegasnya.
Sementara salah satu tokoh NU yang dikenal kontroversial karena memandegani berdirinya cabang FPI di Tulungagung, Nurkholis bahkan mengecam keras fenomena prostitusi di kedua bekas kompleks pelacuran tersebut.
Ia bahkan tak segan menuding pemerintah daerahnya saat itu hanya melakukan "rekayasa" penutupan untuk mengejar penghargaan serta bantuan dana dari pusat.
"Kami sudah kirim surat ke Gubernur Jatim, namun rupanya tidak ditindaklanjuti hingga tingkat kabupaten," kritiknya.
Nurkholis bahkan mengancam akan mengerahkan massa, demi "memaksa" penutupan total seluruh fasilitas tempat hiburan maupun usaha warung kopi yang ada di dalam kompleks tersebut.
Sebab selain digunakan untuk prostitusi oleh puluhan wanita pekerja seks yang menyaru sebagai pemandu lagu dan pelayan warung kopi, mereka juga mendapat laporan jika di tempat yang sama menjadi sarang perjudian serta pusat peredaran minuman keras.
"Kami juga sudah surati Kapolres mengenai hal ini. Semua fakta dan data telah kami tunjukkan," ujarnya.
Praktik prostitusi secara bebas memang masih menjadi hal biasa di kedua bekas tempat pelacuran terbesar di Tulungagung itu.
Jika sebelum deklarasi penutupan pada 2011 tempat ini terdiri dari puluhan rumah bordil dan dihuni oleh ratusan PSK, kini fungsinya diubah menjadi kompleks tempat hiburan karaoke dan warung kopi.
Dua jenis usaha ini ditengarai hanya menjadi kedok, karena setiap tamu yang datang informasinya bebas melakukan transaksi seksual dengan pemandu lagu ataupun pelayan warung kopi yang memang dikenal sebagai PSK penghuni bekas eks lokalisasi tersebut.
Rata-rata tempat hiburan karaoke ataupun warung kopi itu bahkan masih menyediakan ruang khusus menyerupai kamar-kamar yang digunakan untuk melayani transaksi seksual. (*)