Tim Komnas HAM Telusuri Dugaan Santet Banyuwangi
Selasa, 10 Februari 2015 16:54 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Tim khusus dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menelusuri kasus pelanggaran HAM dalam dugaan isu santet di Banyuwangi, Jawa Timur, yang terjadi sekitar 1998-1999, sebagai bahan kajian dan penyelidikan.
"Kami kaji lebih dalam setelah menerima keluhan dan laporan dari banyak pihak, terutama korban dan keluarga korban," ujar Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron, saat bertemu Sekdaprov Jatim Akhmad Sukardi di Kantor Pemprov Jatim Jalan Pahlawan Surabaya, Selasa.
Untuk saat ini, kata dia, tim fokus ke Banyuwangi dan Jember mengumpulkan data baru, sekaligus akan mengembangkannya ke daerah lain yang diduga juga menjadi lokasi terkait dugaan isu tersebut.
Sesuai target, kajian diharapkan selesai paling lambat Mei 2015 sehingga pihaknya akan berupaya secepat dan seakurat mungkin memperoleh data maupun mengumpulkan fakta di lapangan sebagai bahan kajian.
"Sekarang telah memasuki sejumlah tahapan dan diharapkan sebelum Mei selesai kajiannya," tukas komisioner bidang pendidikan dan penyuluhan itu.
Berdasarkan data yang diperolehnya dari Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Banyuwangi, khusus di kabupaten setempat pada peristiwa isu santet lalu, korbannya mencapai 148 orang.
"Tapi kami masih menyelidikinya lebih jauh dan mengembangkannya. Yang ada sekarang masih data sekunder berdasarkan data di PCNU setempat," kata alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.
Selain menemui Pemprov Jatim, pihaknya juga akan mencari informasi ke pihak-pihak lainnya, seperti Polda Jatim, Kodam V/Brawijaya, PWNU Jatim dan beberapa PCNU terkait.
Tim khusus tersebut dibentuk pada paripurna Oktober 2014 dan melibatkan tiga komisioner, yakni Nurkhoiron sendiri selaku koordinator, Nur Kholis dan Manager Nasution selaku anggota tim, serta dibantu dua stafnya.
Sementara itu, Sekdaprov Jatim Akhmad Sukardi mengaku pemerintah mendukung pengungkapan kasus pelanggaran HAM tersebut dan membantu memberikan informasi kepada tim pengkaji.
Menurut dia, kasus tersebut merupakan bentuk kejahatan pidana umum sehingga aparat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan menjadi panglima terdepan untuk penyelidikan maupun penyidikan.
"Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mendorong penyelesaiannya, khususnya dalam penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan penegakan HAM di daerah," ucapnya dan berjanji mengkoordinasikan serta membantu mempermudah akses ke pemerintahan daerah terkait. (*)